“Kutu Loncat” Penebar Kebahagiaan

KOMPAS.com – Meski bukan seorang penulis novel, Arvan Pradiansyah mampu menyusun cerita, membuat perumpamaan, metafora, kiasan dan semacamnya untuk membuat orang tergugah. Kata demi kata, kalimat demi kalimat yang meluncur dari dirinya seakan punya kekuatan khusus, sehingga bisa menggerakkan orang berbuat sesuatu.

"Kutu Loncat" Penebar Kebahagiaan

“Banyak karyawan mengaku tidak bahagia dengan pekerjaannya, khususnya saat hari Senin tiba dan ada penelitian yang menunjukkan berbagai masalah yang terjadi pada hari Senin,” ujar Arvan kepada Kompas.com, Sabtu (22/1/2012).

Ia menuturkan, penelitian British Medical Journal, misalnya, melaporkan serangan jantung yang meningkat 20% pada hari Senin. Berbagai penyakit juga sering kali menyertai sindrom “Monday Blues” ini seperti stres, migrain, gelisah, sakit pencernaan dan sebagainya.

Penelitian itu juga menunjukkan, bahwa hal ini merugikan perusahaan sampai ratusan juta rupiah per tahun. Hal itu didasarkan pada penelitian di AS yang menunjukkan profil karyawan sebagai berikut:

– Engaged employees: 29% yakni orang-orang yang memiliki perasaan yang positif terhadap pekerjaan mereka.

– Not Engaged: 54% orang-orang ini hanya meluangkan waktunya untuk bekerja, bukan energinya, bukan passion-nya, bukan perhatiannya.

– Actively Disengaged: 17%. Kelompok ini adalah mereka yang bukan hanya tidak bahagia di tempat kerja tetapi mereka benar-benar membenci pekerjaan dan lingkungan mereka dan senantiasa menyebarkan virus yang menggerogoti semangat kerja.

Tak ayal, Arvan juga tertarik mencermati masalah terpenting di tempat kerja tersebut saat ini, yaitu masalah semangat dan spirit bekerja dengan menggelar seminar “I Love Monday” pada Sabtu (28/1/2012) mendatang.

“Dari situ sudah terlihat orang-orang yang benar-benar bersikap positif terhadap pekerjaannya merupakan minoritas. Ini adalah suatu masalah besar,” ujarnya.

Berdasarkan data di atas lantas Arvan melihat, bahwa tantangan terbesar setiap pemimpin di tempat kerja adalah menggelorakan semangat dalam dirinya dan diri setiap orang yang berada di bawahnya setiap hari, bahkan setiap saat.

“Karena itu saya mengambil kesimpulan, bahwa untuk mencapai kebahagiaan di tempat kerja, karyawan perlu untuk mengalami perubahan paradigma yang signifikan dari melihat pekerjaan sebagai job semata menjadi career, kemudian dari career menjadi calling (panggilan),” katanya.

“Sebab, kalau hanya menjalani pekerjaan sebagai job, maka kita bekerja hanya berdasarkan skenario orang lain atau keinginan orang lain semata. Dan itu artinya kita hanya sekadar bertahan hidup saja. Kita hanya survival,” tambahnya.

Kutu loncat

Sebagai seorang motivator, salah satu konsep yang diusungnya mengenai konsep kebahagiaan adalah bagaimana agar hidup kita secara keseluruhan terasa indah dan menyenangkan. Menurut dia, hal utama harus kita lakukan adalah mengubah paradigma atau cara pandang kita, jendela yang kita gunakan untuk melihat dunia.

“Kalau kita melihat kehidupan ini dari jendela-jendela keindahan, maka hidup akan terlihat indah. Sebaliknya, kalau jendela kita kotor dan kusam, hidup pun akan terlihat kotor dan kusam,” ujar lelaki kelahiran Jakarta, 4 Februari 1968 ini.

Kunci kebahagiaan hidup ada di dalam diri manusia, bukan di luar dirinya, lanjut Arvan. Oleh karena itu, kebahagiaan tidak membutuhkan syarat apapun juga, karena kebahagiaan bersumber dari dalam.

Arvan mengakui, perjalanan karir pria yang pernah menjadi dosen selama 13 tahun di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (Fisip UI) ini bak kutu loncat. Mulai dunia jurnalistik dan public relations dia geluti. Namun, Arvan Pradiansyah mengaku lebih menemukan kepuasan batin di bidang sumber daya manusia.

Lulus dari jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UI pada 1992, peraih gelar Mahasiswa Teladan UI 1990 ini memang sempat mengenyam pekerjaan di bidang jurnalistik dan public relations, sebelum akhirnya kini memegang posisi sebagai Managing Director Institute for Leadership & Life Management (ILM), yaitu sebuah lembaga pelatihan dan konsultasi di bidang sumber daya manusia (SDM), kepemimpinan dan life management di Jakarta.

Saat itu, merasa bekalnya tidak cukup dalam bidang SDM, Arvan melanjutkan pendidikan dan memperoleh gelar Master of Science bidang Industrial Relations & Human Resources Management dari The London School of Economics (LSE), Inggris, berkat beasiswa British Chevening Awards dari The British Council. Beruntung pula, Arvan juga mendapatkan beasiswa dari Japan Airlines untuk mengikuti “Summer Session on Asian Studies” di Sophia University, Tokyo, Jepang.

Keterampilan Arvan dalam bidang SDM terus terasah. Saat bekerja sebagai konsultan di AAJ-MaST (Management & Skills Training), ia mengembangkan divisi pelatihan dan konsultasi SDM bekerja sama dengan MaST Australia yang berpusat di London, Inggris.

Sepulang menuntut ilmu di Inggris pada 1996, Arvan bergabung dengan Development Dimension International Indonesia (DDI Indonesia). Di perusahaan konsultan bidang pengembangan SDM di Pittsburgh, Amerika Serikat (AS) ini, Arvan menjadi konsultan dan Master Trainer pertama untuk produk-produk DDI dalam bahasa Indonesia seperti Skills for Empowered Workforce, Targeted Selection, Performance Management dan Service Plus. Di sinilah ia mengembangkan para fasilitator dan konsultan DDI.

Pada tahun 2000, Arvan lalu bergabung dengan Dunamis, sebuah konsultan pengembangan SDM yang merupakan authorize representative dari Franklin Covey International di Utah, Salt Lake City, AS. Dunamis sendiri dikenal dengan pelatihan “The 7 Habits of Highly Effective People” dan cukup populer di Indonesia.

“Di sini saya mendapatkan banyak kesempatan membantu perusahaan-perusahaan besar di Indonesia dalam mengembangkan organisasinya dan SDM-nya. Saya sangat bersyukur,” kata manta Ketua I Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) London.

Tiga tahun bergabung di Dunamis, ia memutuskan menjadi praktisi di bidang SDM dan bergabung di PT Asuransi Allianz Life Indonesia sebagai General Manager Human Resources membidangi Organization & Employee Development, Recruitment & Assessment serta Industrial Relations. Arvan pun mulai sering menjadi pembicara publik, konsultan, fasilitator dan kolumnis seperti di Majalah SWA, dan harian Bisnis Indonesia, mengasuh rubrik konsultasi “Life is Beautiful” di sebuah tabloid.

Sebagai praktisi, mantan Ketua Umum Indonesian Student Association For International Studies (ISAFIS) ini tak cukup hanya “bercuap-cuap” di depan publik. Ia juga membagi pengetahuannya dengan menulis 5 buku inspiratif, yaitu “You Are A Leader!”, “Life is Beautiful”, “Cherish Every Moment”, “The 7 Laws of Happiness” dan “You Are Not Alone”.

“Ternyata, banyak cara pandang kita yang harus direvisi untuk mencapai kebahagiaan sejati. Misalnya, kalau biasanya kita mengeluh saat ditimpa masalah, kini justru kita harus bersyukur karena mendapat masalah. Jika kebanyakan orang mengartikan kepasrahan dengan menyerah, kini pasrah kita artikan sebagai berusaha semaksimal mungkin dengan segala daya dan upaya, dengan segala taktik dan strategi, dan menyerahkan hasil akhirnya kepada Tuhan Yang Maha Tahu yang terbaik buat kita,” ujar Arvan.

Penulis : M.Latief
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary

Source

Leave a Reply

Your email address will not be published.