Between Love & Hate

Arvan Pradiansyah

Penulis Best Seller “The 7 Laws of Happiness” & Narasumber Talkshow “Smart Happiness” di SmartFM Network


 

Selama lebih dari tiga tahun seorang lelaki bernama Larry Trapp telah mengirimkan berbagai surat bernada kebencian kepada Michael Weisser. Tak hanya surat ia juga terus menerus menelepon Weisser untuk meneror dan menyalurkan kebenciannya. Hal ini  membuat Weisser dan keluarganya takut. Mereka mengunci pintu setiap saat dan selalu mengkhawatirkan keselamatan anggota keluarga yang sedang berada di luar rumah.

Ketika menyelidiki siapa sesungguhnya Trapp, Weisser menemukan bahwa ia adalah seorang pria berusia 42 tahun yang buta dan kedua kakinya telah diamputasi.  Melihat kenyataan itu Weisser menjadi yakin bahwa ketidakberdayaan Trapp secara fisik telah menyebabkannya menjadi seorang yang sinis dan mengekspresikan kebencian dengan membabi buta. Maka Weisser pun memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Ia menelepon Trapp dan meninggalkan pesan untuk mengajaknya bicara. Trapp tidak mempedulikan pesan tersebut, namun akhirnya pada telepon yang ke 10, ia mengangkat telepon tersebut dan menanyakan apa maksud Weisser meneleponnya.

“Saya ingin berkenalan dan menjalin hubungan dengan Anda, bagaimana kalau saya menjemput Anda dan kita ngobrol di warung kopi atau di mall?”

Pertanyaan itu membuat Trapp tercengang. Ia tak habis pikir mengapa orang yang sudah ia sakiti malah ingin berbaik-baik dengannya. Tiba-tiba saja ia menangis.  “Suara Weisser mengandung sesuatu yang tak pernah saya alami selama bertahun-tahun. Inilah yang disebut dengan cinta.”

Cerita di atas terjadi di Lincoln, Nebraska, Amerika Serikat yang melibatkan seorang Rabbi Michael Weisser dan Lary Trapp seseorang yang memproklamasikan dirinya sebagai Nazi dan anggota sekte Ku Klux Klan yang senantiasa menebarkan kebencian antar ras dan golongan. Namun kebaikan Weisser telah mengubah kebencian menjadi cinta. Setelah bertemu dengan Weisser, Trapp kemudian menghentikan semua perbuatan buruknya dan membuang semua propaganda penuh kebenciannya ke tempat sampah. “Keluarga Weisser memberikan pada saya begitu banyak cinta sehingga saya tidak kuasa melakukan apapun juga selain membalas cinta mereka,” ujar Trapp.

Cinta dan benci adalah dua perasaan yang mengandung energi yang sangat dahsyat. Keduanya mampu melahirkan tindakan heroik, sesuatu yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Karena itu kalau Anda memiliki cinta Anda sungguh beruntung karena Anda akan bisa mencapai apapun yang Anda inginkan, sebaliknya bila Anda memiliki perasaan benci Anda harus waspada karena bukan mustahil Anda akan melakukan perbuatan yang tak pernah Anda bayangkan sebelumnya yang pada akhirnya akan Anda sesali.

Perasaan benci sekecil apapun sungguh berbahaya karena itu salah satu tugas terpenting kita sebagai manusia adalah membangun kesadaran agar kita peka terhadap perasaan yang satu ini. Baik benci maupun cinta memiliki sifat yang sama yaitu semakin meningkat intensitasnya seiring dengan berjalannya waktu. Karena itu kita harus selalu sadar agar bisa mengendalikan kedua perasaan ini dan membuatnya tetap pada kadar yang proporsional.

Namun yang terbaik sesungguhnya adalah menghilangkan perasaan benci ini dari hati kita.  Benci mengandung sifat api yang memusnahkan dan menghancurkan, karena itu selama masih ada benci kita tidak akan mendapatkan kebahagiaan yang sejati.

Ada 2 cara untuk mengalahkan rasa benci. Pertama adalah seperti yang dikatakan Mahatma Gandhi: Hate the sin, love the sinner, bencilah dosanya, tetapi cintailah orangnya. Jadi ketika membenci kita benar-benar harus memisahkan perilakunya dan orangnya. Membenci perilaku itu bagus, karena hal ini mendidik diri kita untuk tidak melakukan perilaku yang sama. Tetapi membenci manusia adalah tindakan yang salah. Manusia adalah makhluk yang dilahirkan dengan segala sifat cinta. Setiap manusia mewarisi kemuliaan dan keagungan Tuhan. Membayangkan hal ini pastilah akan melahirkan rasa kasih.

Kedua, kita perlu selalu membalas kebencian dengan cinta. Ini karena pada dasarnya setiap orang memiliki cinta di dalam dirinya. Cinta adalah DNA terpenting dalam diri kita, namun sayangnya cinta itu – karena satu dan lain hal — telah tertutup oleh kebencian.

Cinta adalah sesuatu yang alamiah, sesuatu yang given. Inilah yang membedakan cinta dengan benci. Benci bukanlah fitrah kita, benci bukan diri alamiah kita. Benci terjadi karena faktor-faktor eksternal yaitu ketika harapan kita tidak menjadi kenyataan. Kebencian sesungguhnya adalah cinta yang telah terkontaminasi. Karena itu kebencian harus selalu dilawan dengan cinta karena hanya cintalah yang bisa merontokkan kulit-kulit kebencian yang telah menutupi cinta yang dimiliki oleh setiap manusia.

Setiap orang — betapapun kebencian menghinggapi dirinya — selalu menyimpan rasa cinta jauh di lubuk hatinya. Kita diciptakan Tuhan untuk bahagia, karena itu kita dianugerahi perasaan cinta. Cinta adalah fitrah kita. Kita lahir dari cinta, hidup karena cinta dan suatu saat nanti kita akan pergi menemui Yang Maha Mencinta.

Mudah-mudahan puasa mampu menghapus rasa benci dalam diri serta meningkatkan cinta dan kasih kita kepada sesama makhluk Tuhan. Selamat Idul Fitri 1435 H.

Leave a Reply

Your email address will not be published.