Apakah Karma Itu Ada? – Part 2

“Karma is experience, and experience creates memory, and memory creates imagination and desire, and desire creates karma again.” —Deepak Chopra

Minggu yang lalu kita sudah membahas 5 kesalahpahaman umum tentang karma, yakni:

  1. Balasan atas perbuatan itu nanti di akhirat
  2. Bentuk balasan itu sejenis dengan perbuatan
  3. Karma hanya berkaitan dengan perbuatan kita yang ketahuan
  4. Karma terjadi langsung saat itu juga
  5. Karma hanya terjadi karena perbuatan kita

Kalau kita berpikir bahwa hukum karma itu tidak membuat orang jera, berarti kita mengingkari hukum karma. Meski namanya berbeda-beda, konsep karma sebenarnya dikenal dalam semua ajaran agama. Ada yang menyebut konsep ini sebagai hukum sebab-akibat, tabur-tuai, dan sebagainya.

Intinya, pemahaman karma diterima dalam semua ajaran agama. Siapa yang mengerjakan kebaikan atau kejahatan sebesar biji atom pun akan mendapatkan balasannya. Ini merupakan hukum kosmos, hukum keseimbangan alam. Alam menjaga keseimbangannya melalui karma. Siapa yang menabur, dia akan menuai.

Namun, sering kali karma itu tidak terlihat sehingga membuat sebagian orang ragu terhadap konsep ini. Hal ini terjadi karena kita tidak paham, tidak tahu apa yang tengah terjadi pada diri seseroang. Selain itu, orang selalu berpura-pura, menutupi apa yang sesungguhnya terjadi pada dirinya serta apa yang dia rasakan.

Misalnya, setiap orang yang ditanya kabarnya selalu menjawab baik meski keadaan sesungguhnya tak selalu demikian. Lantas, bagaimana kita tahu bahwa karma itu ada? Yang kita tahu hanyalah karma yang berkaitan dengan diri kita sendiri. Kita bisa mengetahui dengan pasti dan merasakan apa yang terjadi pada diri kita setelah melakukan sebuah perbuatan.

Kadang-kadang kita tidak bisa melihat hubungan antara perbuatan kita dengan karmanya. Tidak semua yang buruk yang datang kepada kita adalah karma. Bisa jadi itu sebuah ujian, cobaan, atau musibah. Saat kita sudah melakukan yang baik, namun kita mendapatkan yang buruk itulah musibah.

Namun ada pula orang yang mendapatkan karma dan menganggapnya sebagai musibah. Misalnya tersangka korupsi yang keluar dari gedung KPK yang diwawancarai wartawan. Kebanyakan mereka mengatakan sedang mendapatkan musibah. Padahal itu bukan musibah, itu adalah hasil perbuatan dia atau konsekuensi.

Konsekuensi itu adalah kata lain dari karma. Karma adalah hasil perbuatan kita di masa lalu. Karma tidak selalu berbentuk sesuatu yang buruk. Dan tidak semua yang buruk adalah karma. Ada juga karma yang baik yang merupakan hasil dari perbuatan baik kita di masa lalu.

Saat kita berbuat baik, kita pasti mendapatkan balasan yang baik. Masalahnya, kita tidak pernah tahu kapan balasan yang baik itu datang kepada kita.

Karma sudah diskenariokan Tuhan dalam bentuk hukum alam. Kita bisa memilih tindakan kita, tapi kita tidak bisa memilih konsekuensinya. Konsekuensi itu sudah diatur dalam hukum alam. Begitulah cara alam menjaga keseimbangannya.

Dengan demikian, esensi karma itu sebenarnya bukanlah hukuman. Karma adalah hukum di alam semesta ini yang membantu kita untuk menjadi orang yang lebih baik. Seperti halnya benda-benda langit, manusia harus berjalan sesuai dengan garis edarnya masing-masing.

Ketika seseorang keluar dari garis edarnya, dia harus dikembalikan. Itulah yang disebut karma. Karma mengembalikan kita ke garis edar kita, kembali ke titik nol kita, dan menjaga kita agar tetap menjadi manusia yang baik.

Selama ini kata karma berkonotasi pada pembalasan. Padahal sesungguhnya karma itu netral. Tidak ada orang yang bebas dari karma. Balasan selalu imbang dengan yang kita keluarkan. Agar karma buruk tidak kembali kepada kita, kita harus menyesal dulu. Setelah itu barulah meminta maaf kepada orang yang kita zalimi.

Karma bisa dinetralkan dengan penyesalan dan permintaan maaf. Sayangnya, menyesal itu tidak mudah. Karma merupakan hukum sebab-akibat, tabur-tuai, konsekuensi atas setiap perbuatan kita. Jika kita berbuat baik, alam semesta akan mendukung kita. Jika kita berbuat kesalahan, alam semesta akan mengembalikan kita kepada rel kehidupan yang seharusnya kita jalani.

Leave a Reply

Your email address will not be published.