Beda Pandangan

“Some people grumble that roses have thorns; I am grateful that thorns have roses.” —Alphonse Karr

Beda pandangan sering kali membuat orang-orang yang terlibat di dalamnya memutuskan hubungan. Padahal, beda pandangan hakikatnya merupakan produk Tuhan.

Tuhan menciptakan setiap manusia itu unik, berbeda dengan yang lain. Keunikan manusia inilah yang melahirkan pandangan yang berbeda-beda. Sayangnya, banyak di antara kita yang tidak menyadari hal ini.

Sekiranya Tuhan ingin menciptakan semua manusia itu sama, tentu itu adalah hal yang mudah bagi Tuhan. Tapi, Tuhan tidak melakukan itu. Dia menciptakan setiap manusia berbeda dengan yang lain.

Hikmahnya adalah, dengan perbedaan ini, manusia bisa bekerja sama satu dengan yang lainnya. Kerja sama inilah yang membuat dunia ini terus berputar dan berkembang.

Dalam menyikapi perbedaan pandangan, hal yang perlu kita utamakan adalah Tuhan. Tuhanlah yang menciptakan perbedaan itu. Dengan demikian, kita akan menganggap segala perbedaan itu sebagai sebuah karunia. Pandangan seperti inilah yang disebut sebagai pandangan spiritual.

Sebaliknya, jika kita mengutamakan ego kita, maka yang lahir adalah perasaan bahwa orang lain menjadi pengalang bagi kita. Kita pun akan berusaha untuk menyingkirkan penghalang tersebut.

Spiritual berbeda dengan religius. Dalam pandangan religius, mudah sekali bagi orang untuk melihat perbedaan. Sebaliknya, dalam pandangan spiritual, mudah bagi kita untuk melihat kesamaan. Bagi orang spiritual, perbedaan adalah pernak-pernik yang justru membuat dunia ini menjadi begitu berwarna.

Dalam beda pandangan, semua pihak bisa sama-sama benar, namun bisa juga sama-sama salah. Sama-sama benar apabila satu sama lain saling memahami pandangan masing-masing. Sama-sama salah apabila keduanya mengklaim bahwa pandangannyalah yang benar, dan pandangan lain adalah salah.

Ada sebuah kisah mashyur tentang sekelompok orang buta yang memegang galah. Satu orang mengatakan bahwa gajah itu pipih dan lebar seperti kipas karena dia memegang telinga gajah. Seorang lagi mengatakan gajah itu bulat dan panjang karena dia memegang belalainya.

Orang buta lainnya mengatakan bahwa gajah itu seperti pohon karena dia memegang kakinya. Seorang lagi mengatakan bahwa gajah itu tebal seperti dinding karena memegang badannya. Dan orang buta terakhir mengatakan bahwa gajah itu seperti tali karena dia memegang ekornya.

Semua orang buta itu sama benarnya apabila mereka tidak menolak pendapat orang buta lainnya. Tapi mereka akan sama-sama salah apabila menolak pendapat orang buta lain dan mengklaim bahwa dirinyalah yang benar.

Inilah yang disebut sebagai kebenaran parsial. Kebenaran dalam pandangan kita hanyalah sebagian dari kebenaran itu sendiri. Kebenaran dalam padangan orang lain merupakan kebenaran dari dimensi yang lain, yang merupakan bagian dari kebenaran yang sama.

Dalam kebenaran parsial ini, kita sangat mungkin dan diperbolehkan untuk berbeda pandangan. Kebenaran parsial hanya perlu dipersatukan dalam kondisi interdependen, misalnya dalam rumah tangga atau organisasi.

Dalam rumah tangga misalnya, seorang suami bisa jadi memiliki pandangan yang berbeda dengan istrinya. Kedua pandangan mungkin sama benarnya. Namun, suami maupun istri berada dalam kondisi interdependen, membutuhkan satu sama lain. Oleh karena itu, pandangan yang berbeda tersebut harus dipersatukan.

Dipersatukan bukan berarti disamakan, melainkan keduanya harus saling memahami. Bukankah setiap orang di dunia ini lebih suka padangannya dipahami orang lain meskipun belum tentu disetujui?

Tugas kita di dunia ini adalah memperluas atau memperbesa persentase kebenaran parsial tersebut. Dan satu-satunya cara untuk itu adalah dengan membuka diri terhadap pandangan orang lain yang berbeda dengan kita.

Leave a Reply

Your email address will not be published.