Ego vs. Happiness

Fitrah setiap manusia adalah bahagia. Sayangnya, banyak di antara kita yang tak kunjung bahagia meskipun kebahagiaan itu sudah terpatri dalam diri setiap orang. Ternyata kebahagiaan yang telah melekat dalam diri kita tertutupi oleh ego.

Ketika ego seseorang meningkat, maka kebahagiannya akan menurun. Demikian pula sebaliknya, ketika ego seseorang menurun, maka kebahagiannya akan meningkat. Ego dan kebahagiaan adalah dua entitas yang benar-benar bertolak belakang.

Kunci kebahagiaan adalah memberi (giving), ego adalah meminta (taking). Inti kebahagiaan adalah bersatu, ego membuat orang menjauh. Dalam ego terdapat keangkuhan diri. Orang-orang akan menjauh dari seseorang yang angkuh.

Ungkapan dalam bahasa Inggris, “Leave the ego otherwise everyone will leave you,” memang benar-benar nyata.

Di sisi lain, banyak orang yang salah mengartikan ego sebagai self esteem (harga diri). Padahal keduanya berbeda. Ego yang tinggi adalah hal yang negatif. Sementara self esteem yang tinggi adalah hal yang positif.

Ketika ego seseorang tinggi, maka ia menuntut orang lain untuk mengerti tentang dirinya. Hal ini menunjukkan bahwa dirinya hidup dalam insecurity. Dia merasa tidak aman dengan dirinya sendiri.

Orang yang berego tinggi menunjukkan bahwa dia belum selesai dengan dirinya sendiri. Masih banyak masalah yang belum mampu ia kendalikan dalam hidup. Orang-orang seperti ini hidup dalam insecurity yang tinggi.

Karena hidup dalam insecurity yang tinggi, orang-orang berego tinggi pun mudah tersulut amarah. Ketika ada orang yang tidak sepakat dengan dirinya, dia menilainya sebagai serangan ke arah pribadinya.

Orang-orang dengan ego yang tinggi begitu melekat pada hal-hal lain yang sejatinya terpisah dari dirinya. Sanggahan terhadap pendapat seseorang bukanlah berarti serangan kepada pribadi orang yang berpendapat.

Ego semakin membesar dalam diri seseorang kalau ia selalu diberi makan. Makanan ego adalah pujian. Oleh karena itu, berhati-hatilah dengan orang yang memuji kita sebab sesungguhnya pujian bukanlah milik kita, melainkan milik Tuhan.

Ketika ada orang yang memuji kita, maka kembalikanlah pujian tersebut kepada pemilik sejatinya. Kita hanyalah media kecil yang digunakan Tuhan untuk menyebarkan kebaikan di dunia. Respons orang terhadap kebaikan kita sesungguhnya adalah hak Tuhan.

Dengan menyadari posisi kita di hadapan Tuhan, maka ego kita akan terkikis. Tanpa Tuhan, kita bukanlah siapa-siapa. Untuk mencapai kesadaran ini, kita harus selalu berkontemplasi. Sediakan waktu teduh bagi Anda untuk merenungkan setiap fenemona yang Anda hadapi, dan temukan keberadaan Tuhan di balik setiap fenomena tersebut.

 

Disarikan dari talkshow Smart Happiness “Ego vs. Happiness” di Radio SmartFM bersama Arvan Pradiansyah, Motivator Nasional—Leadership & Happiness.

Leave a Reply

Your email address will not be published.