Happiness as a Science

 

Banyak definisi happiness yang berkembang. Ada yang melihat hapiness sebagai perasaan atau feeling. Ketika kita bicara happiness as a feeling, semua orang bisa punya definisi yang berbeda tentang happiness. Bahkan definisi yang salah sekalipun.

Ada orang yang mencampuradukkan antara happiness dengan pleasure, comfort, satisfied.

Ada pula happiness as a common sense. Kebahagiaan ditinjau dari akal sehat saja. Misalnya ada orang yang mengatakan bahwa senyum itu membuat Anda lebih bahagia, orang yang memiliki banyak teman itu bahagia, dan sebagainya.

Semua orang bisa bicara tentang happiness dari sudut pandang common sense, seperti halnya setiap orang berbicara tentang politik. Sebagai ilmu sosial, happiness bisa diduga-guga. Membahas happiness as a science dapat menguatkan kita dalam meniti jalan menuju kebahagiaan.

Ketika berbicara tentang happiness as a science, kita harus punya kesepakatan.

Ilmu pengetahuan harus bisa diteliti, bisa dikaji. Dalam ilmu pengetahuan ada pembuktian. Dari sudut pandang common sense, senyum bisa menimbulkan kebahagiaan. Ilmu pengetahuan meneliti orang yang senyum, bagaimana senyum itu membuat orang bahagia.

Common sense mengatakan bahwa orang yang bersyukur lebih bahagia. Ilmu pengetahuan berusaha membuktikan kebenaran common sense tersebut. Robert Emmons, misalnya, seorang profesor psikologi dari University of California, Davis meneliti tentang rasa syukur.

Robert Emmons meneliti 1000 orang selama 10 tahun untuk mengetahui hubungan antara rasa syukur dengan kebahagiaan. Atas penelitiannya tersebut, Robert Emmons mendapatkan sebutan sebagai world’s leading scientific expert on gratitude.

Ada peneliti lain, Gerald Jampolsky yang menjadi ahli dunia untuk forgiveness. Atas penelitian para ilmuwan tersebut, kita semakin yakin akan kebenaran common sense tersebut.

Sesuatu disebut ilmu jika memenuhi 4 syarat: objektif, metodis, sistematis, dan universal.

Psikologi positif lahir pada saat di dunia ini ada dua mazhab besar dalam dunia psikologi. Mazhab pertama dari Sigmund Freud, psikoanalisis, yang mendasarkan pada pikiran. Mazhab kedua adalah behaviorisme, yang mendasarkan pada perilaku yang terlihat. Tokohnya adalah B.F. Skinner.

Di tengah-tengah pertarungan kedua tersebut, muncul psikologi positif dengan tokohnya Abraham Maslow. Psikologi positif berpandangan bahwa selain untuk mengobati orang yang sakit, psikologi juga bisa digunakan untuk menciptakan kebahagiaan.

Dalam perkembangan selanjutnya, Martin Seligman melanjutkan apa yang diinisiasi oleh Abraham Maslow. Martin Seligman meneliti hal-hal apa saja yang bisa membuat orang bahagia yang dirumuskannya sebagai PERMA.

Orang yang bahagia selalu punya Positive Emotions, Engangement, Relationship, Meaning, dan Achievement.

Kemudian ada satu tokoh lagi, Mihaly Csikszentmihalyi, berbicara tentang hal yang lebih spesifik, flow. Selama 40 tahun Mihaly Csikszentmihalyi meneliti tentang flow, apa yang membuat kita larut dalam apa pun yang sedang kita lakukan.

Happiness as a science adalah hasil dari interaksi dari berbagai disiplin ilmu. Kontribusi terbesarnya berasal dari ilmu psikologi.

Disiplin ilmu lain yang berperan dalam pengembangan happiness as a science adalah human resource. Salah satu tokoh human resource yang memberikan sumbangan pada pengembangan happiness as a science adalah Shawn Achor.

Berdasarkan penelitian Shawn Achor, karyawan yang bahagia 56% lebih produktif dibandingkan dengan karyawan yang biasa-biasa saja.

Disiplin ilmu agama juga memberikan kontribusi bagi pengembangan happiness as a science. Dari sudut pandang ilmu agama, surga merupakan puncak kebahagiaan. Semua agama mengkaji bagaimana agar manusia bisa lebih bahagia.

Yang keempat adalah ilmu filsafat yang mengkaji penyebab dari segala sesuatu. Penelitian dari ilmu filsafat menyatakan bahwa ujung dari segala sesuatu adalah kebahagiaan.

Yang terakhir adalah neuroscience, yang mempelajari otak manusia. Orang yang bahagia adalah orang yang selaras dengan alam semesta. Apa yang dipikirkan, dikatakan, dan dilakukan harus selaras dengan alam semesta.

Sains mempelajari apa saja yang selaras dengan hukum alam tersebut. Orang yang bahagia itu adalah orang yang selalu gembira dan damai. Orang yang berinteraksi dengan orang yang bahagia pun akan tertular kebahagiaan. []

 

Disarikan dari talkshow Smart Happiness “Happiness as a Science” di Radio SmartFM bersama Arvan Pradiansyah, Motivator Nasional—Leadership & Happiness

Leave a Reply

Your email address will not be published.