Jodoh

“Untuk mendapatkan jodoh yang baik, kita harus menjadi baik terlebih dahulu.” —Arvan Pradiansyah

Keseimbangan merupakan hukum alam, natural law, sunnatullah. Semua makhluk-Nya diciptakan berpasang-pasangan alias berjodoh. Adanya jodoh atau pasangan membuktikan bahwa diri kita tidak sempurna. Saat menemukan jodohnya, maka seseorang dikatakan telah menyempurnakan hidupnya.

Jodoh di sini bukan hanya dalam konteks hubungan antara seorang pria dan wanita, melainkan di semua aspek kehidupan kita. Sebuah perusahaan bisa dijakan berjodoh dengan karyawan yang dipekerjakannya apabila diantara keduanya terdapat kesesuaian visi, misi, dan nilai-nilainya.

Seorang penjual dan pembeli yang bertransaksi secara mutual bisa dikatakan berjodoh. Seorang guru yang berhasil mendidik murid-muridnya dengan baik pun disebut berjodoh.

Intinya, jodoh adalah keseimbangan, kesetaraan, kesamaan nilai antara individu-individu yang melakukan transaksi sosial. Selama kesetaraan nilai itu terjaga, selama itu pulalah jodoh itu tetap ada. Namun, saat nilai dari salah satu pihak berubah, dan pihak lainnya tidak, maka akan muncul konflik.

Konflik dimaknai sebagai upaya untuk mencari keseimbangan baru. Konflik akan selesai apabila masing-masing individu kembali berhasil menyamakan nilai mereka. Apabila kesetaraan nilai tersebut gagal dicapai, maka berakhirlah perjodohan itu.

Karena jodoh adalah keseimbangan, maka jodoh adalah cerminan diri kita. Untuk mendapatkan jodoh yang baik, kita harus menjadi orang baik terlebih dahulu karena orang baik hanya seimbang dengan orang baik. Jika kita mendapatkan jodoh—yang menurut penilaian kita tidak baik—itu pertanda bahwa ada yang salah dari diri kita.

Bisa jadi kita melakukan overvalue kepada pihak lain, atau kita “ditipu” oleh noise-noise pencitraan (baca rangkuma Smart Happiness: Tanda-Tanda).

Dengan demikian, jodoh bukanlah sesuatu yang permanen, sesuatu yang bersifat statis, sesuatu yang menjadi milik kita selamanya. Jodoh sesungguhnya bersifat dinamis karena manusia yang menjadi subjeknya terus tumbuh (growing).

Ketika sebuah perusahaan tumbuh, maka karyawannya pun harus ikut tumbuh. Jika tidak, maka hubungan perusahaan dan karyawan akan berakhir. Dalam pernikahan, baik suami maupun istri harus sama-sama tumbuh (growing together) agar mahligai rumah tangga mereka menjadi langgeng.

Saat salah satu pihak saja (suami atau istri) yang tumbuh, maka akan timbul konflik-konflik di dalam rumah tangga. Konflik itu akan terselesaikan jika pihak yang tertinggal mengejar untuk tumbuh. Jika itu tidak dilakukan, maka bahtera rumah tangga mereka akan karam.

Jodoh adalah pilihan. Kitalah yang menentukan siapa yang layak menjadi jodoh kita, bukan orang lain. Itu berarti jodoh adalah tanggung jawab. Kita bertanggung jawab untuk menjaga jodoh kita untuk tumbuh bersama. []

Leave a Reply

Your email address will not be published.