Kapan Kita Merasa Cukup?

“Orang yang berbahagia adalah orang yang merasa cukup dengan apa yang dimilikinya.” —Arvan Pradiansyah

Orang tidak akan merasa bahagia sampai dia merasa cukup. Ketika seseorang mengatakan, “Saya masih merasa kurang,” maka sesungguhnya orang tersebut belum bahagia. Orang miskin yang merasa cukup pada hakikatnya adalah orang yang kaya. Sebaliknya, orang kaya yang selalu merasa kekurangan, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang miskin.

Anda mungkin bingung dengan pernyataan tersebut. Bagaimana mungkin orang yang miskin itu kaya, dan orang yang kaya itu miskin? Untuk menjelaskan hal ini, kita harus kembali melihat hakikat manusia.

Manusia adalah makhluk material dan spiritual sekaligus. Fisik manusia adalah materi. Oleh karena itu ia bersifat terbatas. Namun, jiwa manusia adalah spirit, ruh, yang melampaui keterbatasan materi. Saat materi dan spirit ini terpisah, maka manusia dikatakan meninggal dunia, yang artinya ruh atau spiritnya meninggalkan dunia materi.

Orang kaya dan orang miskin bisa diukur dengan materi. Orang yang memiliki materi yang berlimpah disebut orang kaya. Sebaliknya mereka yang mereka  yang memiliki materi yang sedikit atau kurang dari standar yang dibuat oleh manusia itu sendiri, disebut sebagai orang miskin.

Miskin-kaya adalah soal materi. Tapi di dalamnya jiwanya, manusia bisa merasa cukup atau merasa kurang dengan  materi yang dimilikinya. Perasaan cukup dan kurang ini berada dalam domain spiritual, bukan doman material. Banyak orang yang berlimpah harta, namun jiwanya merasa selalu kekurangan, inilah yang disebut orang kaya tapi miskin.

 

Daya tarik bumi dan langit

Jika dianalogikan, materi yang bersifat terbatas adalah bumi. Sedangkan spirit yang luas dan tak terbatas adalah langit. Manusia selalu berada di antara kedua kutub ini. Jika mereka condong ke bumi, mereka tertarik ke dunia materi. Sedangkan mereka yang condong ke langit, lebih memetingkan aspek spiritual daripada material.

Bagaimana mungkin kita bisa “terbang” jika selalu menambah beban materi? Kita hanya bisa terbang jika daya tarik langit lebih besar daripada daya tarik bumi.

Tentu saja sebagai makhluk material, kita tidak bisa sepenuhnya lepas dari materi. Kita perlu makan, perlu pakaian, dan perlu tempat tinggal. Orang-orang yang tidak bahagia selalu merasa kurang dengan makanan yang masuk ke dalam perut mereka, merasa kurang dengan pakaian yang menghiasi tubuh mereka, dan merasa kurang dengan tempat tinggal yang melindungi mereka.

Sebaliknya, orang-orang yang berbahagia sudah merasa cukup dengan makanan, pakaian, dan tempat tinggal mereka. Mereka sudah selesai dengan dirinya sendiri. Mereka tidak lagi mementingkan dirinya sendiri, tetapi berbuat untuk kepentingan bersama dan orang lain.

 

Melihat ke bawah dan ke atas

Orang yang berbahagia selalu melihat ke bawah dalam urusan-urusan materi, namun mereka melihat ke atas dalam urusan spiritual. Dalam urusan kedua ini, mereka baru merasa kurang.

Mereka merasa kurang berprestasi, kurang ilmu pengetahuan, kurang amal soleh. Oleh karena itu, mereka berjibaku untuk selalu meningkatkan prestasi, menuntut ilmu, dan beramal soleh.

Tapi itu saja tidak cukup. Ada kalanya rasa kekurangan prestasi, ilmu, dan amal ini menjebak kita dalam kegalauan. Di sinilah pentingnya kita menemukan sumber yang Maha Mencukupi, dialah Tuhan.

Ketika kita sudah menemukan Tuhan, maka seluruh kebutuhan kita akan tercukupi. Tidak ada lagi kegalauan dan kegundahan, kesedihan dan ketakutan, sebab di dalam hati orang yang paripurna ini, mereka selalu yakin bahwa cukuplah Tuhan sebagai penolong mereka. []

Leave a Reply

Your email address will not be published.