Lovers & Haters

Hatred is blind, as well as love. —Oscar Wilde

Cinta dan benci adalah sesuatu yang wajar, merupakan karunia Tuhan, dan merupakan fitrah kita sebagai manusia. Tuhan menganuerahkan cinta dan benci agar kita bisa mengekspresikan diri kita.

Pada dasarnya, baik cinta maupun benci adalah hal yang baik. Bukankah kita harus mencintai kebenaran, kejujuran, kebaikan, dan sebagainya? Begitu pula kita harus membenci kejahatan, kemunafikan, keburukan, dan sebagainya.

Sayangnya, banyak di antara kita yang terjebak pada membenci orang (pelaku), dan bukan perbuatannya. Inilah mengapa Mahatma Gandhi pernah berpesan, “Hate the sin, love the sinner.” Yang harus kita benci adalah perbuatannya, bukan pelakunya.

Saat kita mencintai atau membenci orang dan bukan perbuatannya, maka kita telah terjebak untuk menjadi lover atau hater. Meski kelihatannya bertentangan satu sama lain, ternyata baik lover maupun hater memiliki karakteristik yang sama, yakni:

  1. Baik lover maupun hater, keduanya sama-sama buta (blind). Orang yang menjadi lover atau pun hater telah kehilangan penglihatannya yang objektif. Bagi lover, apa pun yang dilakukan oleh pujaannya adalah baik. Sebaliknya, bagi hater, apa pun yang dilakukan oleh orang yang dibencinya adalah buruk.
  2. Baik lover maupun hater, keduanya sama-sama berlebihan. Lover dan hater berlebihan dalam mencintai dan membenci sesuatu. Keduanya mencurahkan seratus persen hatinya untuk mencintai atau membenci, dan tidak menyisakan secuil pun ruang di hatinya untuk sesuatu yang lain.
  3. Baik lover maupun hater, keduanya sama-sama irasional dan selalu mencari pembenaran (justifikasi) untuk mencintai atau membenci. Keduanya sama-sama kreatif dalam mencari alasan. Namun sayang, kreativitas yang keliru dan tidak produktif.
  4. Baik lover maupun hater, keduanya sama-sama peduli (care). Mungkinkah seseorang mencintai atau membenci sesuatu yang tidak ia pedulikan? Jawabannya tentu tidak mungkin. Lover dan hater adalah orang yang sangat peduli dengan objek kecintaan atau kebencian mereka. Mereka rela menghabiskan waktu, energi, atau bahkan mungkin harta mereka untuk terus memperhatikan orang yang mereka cintai atau benci.

Meskipun kita melakukan hal yang baik dan benar, itu tidak menutup kemungkinan akan ada individu atau kelompok yang membenci kita. Oleh karena itu, adanya hater sebenarnya bukanlah pertanda buruk, melainkan sebaliknya merupakan pertanda bahwa kita sudah mulai dikenal oleh publik.

Saat seseorang tidak memiliki lover atau pun hater, maka sesungguhnya dia belum menjadi apa-apa. Dia belum memiliki sesuatu yang menarik bagi para lover dan hater untuk diperhatikan, dipikirkan, diperdebatkan, atau bahkan digunjingkan.

Sekelompok peneliti neurosains dari University College London menemukan fakta bahwa cinta dan benci mengaktifkan sirkuit yang sama di dalam otak, yakni putamen dan insula meskipun cinta dan benci tampil sebagai sesuatu yang berlawanan.

Ini semakin menguatkan bahwa antara cinta dan benci terdapat perbedaan yang sangat tipis. Selama ini kebanyakan orang menganggap bahwa lawan dari cinta adalah benci, padahal sesungguhnya lawan dari cinta bukanlah benci, melainkan tidak peduli. “The opposite of love is not hate, it’s indifference,” kata Elie Wiesel.

Karena perbedaan yang sangat tipis itu pulalah, seseorang yang sangat kita cintai bisa jadi berubah menjadi seseorang yang sangat kita benci, dan sebaliknya. Kasus pembunuhan yang menimpa Mahatma Gandhi dan John Lennon adalah contoh nyata hal ini. Keduanya dibunuh oleh orang yang dulunya sangat mengidolakan mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published.