Mengapa Kesehatan Jiwa Itu Penting?

Setiap 10 Oktober, dunia memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia atau World Mental Health Day. Peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia tahun ini adalah yang ke-27 kali sejak pertama diinisiasi pada 1992.

Bebicara tentang kesehatan, kita acap kali langsung mengasosiasikannya dengan tubuh fisik atau raga. Jarang sekali yang menghubungkan kesehatan dengan mental atau jiwa. Padahal, manusia bukan hanya makhluk yang memiliki raga, tetapi juga jiwa.

Bahkan, lagu kebangsaan kita Indonesia Raya secara eksplisit telah mengingatkan kita untuk membangun jiwa dan raga. Jiwa disebutkan lebih dahulu daripada raga bukan tanpa sebab. Jiwalah yang sebenarnya mempengaruhi raga.

Maka, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa ungkapan populer “Mens sana in corpore sano” (Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat) tidak sepenuhnya benar. Sebab tidak sedikit orang-orang yang sehat secara fisik, justru sakit secara mental.

Seseorang yang jiwanya tidak sakit bukan berarti memiliki jiwa yang sehat. Itu adalah kondisi nol. Orang yang memiliki jiwa yang sehat tidak berhenti di angka nol, tapi terus bertumbuh hingga mencapai manusia yang sempurna.

Orang yang sakit jiwa berada di titik minus. Orang yang tidak sakit jiwa berada di titik nol. Orang yang sehat jiwa berada di titik plus, yaitu happiness. Ini sesuai dengan penjelasan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang orang yang memiliki jiwa yang sehat, yakni:

  1. Merealisasikan potensi diri

Tuhan menciptakan kita lengkap dengan potensinya. Katakanlah potensi yang diberikan Tuhan adalah 100, maka orang yang sehat jiwa mampu merealisasikan potensi dirinya sampai ke angka 100. Jika karena sesuatu hal, seseorang tidak bisa merealisasikan potensi dirinya sampai ke angka tersebut, maka ada gangguan dalam jiwanya.

  1. Mampu mengatasi tekanan hidup

Orang yang sehat jiwa mampu merespons dan meng-handle masalah-masalah yang ada di sekitarnya. Ketika tidak tidak bisa dilakukan, maka itu merupakan pertanda bahwa ada gangguan dalam jiwa seseorang.

  1. Bekerja produktif

Tuhan mengirimkan kita ke dunia agar kita menjadi pencipta. Kita adalah sang pencipta; Tuhan adalah Sang Maha Pencipta. Jika seseorang tidak mampu menciptakan sesuatu di dalam hidupnya, berarti dia belum sehat secara mental.

  1. Berkontribusi

Di mana pun kita berada, kehadiran kita harus memberikan makna bagi orang lain. Jika kehadiran dan ketiadaan kita sama saja, berarti kita belum berkontribusi. Celakanya lagi, jika kehadiran seseorang justru mengganggu dan merugikan orang lain. Itu merupakan tanda bahwa jiwanya terganggu.

Ujung dari semua itu adalah happiness.

Untuk memelihara kesehatan jiwa, langkah awal yang harus kita lakukan adalah memahami feeling atau perasaan. Tidak ada feeling atau perasaan yang negatif, yang harus kita hindari.

Semua feeling adalah anugerah terindah dari Tuhan sebagai alarm untuk menjaga kesehatan jiwa kita. Marah, sedih, merasa bersalah, bosan, dan sebagainya adalah feeling yang mengindikasikan ada ketidakberesan dalam diri kita yang harus segera kita selesaikan.

Saat marah, sadari bahwa ada value kita yang dilanggar. Saat sedih, kita sesungguhnya tengah mendetoksifikasi racun-racun dalam jiwa kita agar kita kembali lega dan menginjak bumi. Saat merasa bersalah berarti kita harus meningkatkan integritas diri kita. Saat merasa bosan berarti kita melakukan hal-hal yang tidak bermakna.

Dengan memahami feeling-feeling tersebut, kita akan bisa me-reset jiwa kita kembali ke titik nol. Orang yang sehat jiwanya akan beranjak dari titik nol menuju manusia yang setinggi-tingginya, seluas-luasnya, semulia-mulianya. Dan itu adalah happiness.

 

Disarikan dari talkshow Smart Happiness “Mengapa Kesehatan Jiwa Itu Penting?” di Radio SmartFM bersama Arvan Pradiansyah, Motivator Nasional-Leadership & Happiness

Leave a Reply

Your email address will not be published.