Sacrifice

“True love is selfless. It is prepared to sacrifice.” —Sadhu Vaswani

Tidak ada kesuksesan tanpa pengorbanan. Tidak ada kebahagiaan tanpa pengorbanan. Tidak ada cinta tanpa pengorbanan. Kita sering berbicara tentang pengorbanan, tapi tidak sedikit di antara kita yang salah paham tentang apa itu pengorbanan.

Pengorbanan berbeda dengan kewajiban. Pengorbanan adalah memberikan sesuatu kepada orang lai, dan seolah-olah kita tidak mendapatkan balasannya. Sementara kewajiban adalah melaksanakan sesuatu, dan kita mendapatkan imbalan atas itu.

Banyak orang yang merasa sudah berkorban, padahal baru melaksanakan kewajiban. Ketika kita bekerja 8 jam sehari; 5 hari seminggu; menafkahi keluarga kita dengan semestinya, kita menganggapnya sebagai sebuah pengorbanan.

Itu semua bukanlah pengorbanan. Itu adalah kewajiban yang memang semestinya kita lakukan.

Pengorbanan adalah doing the extra mile. Memberikan sesuatu yang lebih, sesuatu yang bernilai dari diri kita untuk kebaikan bersama.

Memang pada dasarnya manusia adalah makhluk yang pamrih. Manusia senantiasa mengambil, dan hanya memberi sekadarnya. Padahal, jika semua manusia mengambil, maka dunia akan hancur. Sebaliknya jika semua manusia memberi, maka dunia akan berjalan.

Hampir semua pertukaran sosial yang dilakukan manusia didasarkan atas pamrih atau hitung-hitungan, termasuk di dalamnya pernikahan. Awal dari sebuah pernikahan adalah hitung-hitungan. Namun kita tidak boleh berhenti sampai di situ.

Dalam pernikahan, kita harus menciptakan cinta kedua. Cinta yang dibuktikan dengan pengorbanan. Sebab hanya dengan itulah sebuah pernikahan akan langgeng dan membuahkan kebahagiaan bagi orang-orang yang ada di dalamnya.

Demikian pula dengan pekerjaan di kantor. Awalnya tentu didasarkan pada hitung-hitungan. Tapi, jika kita berhenti pada hitung-hitungan atau pamrih, kita tidak akan bertahan lama di dalamnya. Kita harus melakukan pengorbanan, memberikan yang lebih dari diri kita, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik bagi semua.

Apakah setiap pengorbanan akan membuahkan kebahagiaan? Belum tentu! Semua bergantung pada motif kita. Ada dua motif orang dalam melakukan pengorbanan:

  1. Love motive

Ketika seseorang melakukan pengorbanan atas dasar cinta, untuk mencapai kebaikan dan kebahagiaan bersama, maka pengorbanan itu akan berujung dengan kebahagiaan. Misalnya, seorang ibu yang mengorbankan kariernya demi kebaikan anak-anaknya, ia akan merasakan kebahagiaan atas pengorbanan itu.

  1. Fear motive

Ketika seseorang melakukan pengorbanan atas dasar ketakutan, untuk menghindari hal-hal buruk (yang belum tentu terjadi), maka pengorbanan itu tidak akan berujung pada kebahagiaan. Misalnya, seorang karyawan yang terpaksa lembur, ia mengorbankan agenda lain bersama keluarganya, karena takut akan dimarahi atasan, atau menghindari konflik, maka pengorbanan ini tidak akan membawa kebahagiaan bagi dirinya.

Pastikan motif kita dalam berkorban adalah love motive, niat yang didasarkan atas cinta, bukan ketakutan atau fear motive. Sebab hanya pengorbanan atas dasar cintalah yang bisa membuat kita bahagia. Pengorbanan atas dasar cinta menjadikan kita berkorban; pengorbanan atas dasar ketakukan hanya menjadikan diri kita sebagai korban.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.