The Science of Happiness

Happiness ada ilmunya,” demikian kata Arvan Pradiansyah, narasumber talkshow populer Smart Happiness di SmartFMNetwork. “Ilmu happiness merupakan irisan dari lima disiplin ilmu, yaitu psikologi positif, human resources management, filsafat, agama, dan neurosains.”

Kenapa kita perlu membahas ilmu happiness (kebahagiaan)? Menurut Arvan, agar kita bisa mengetahui kebahagiaan yang hakiki itu seperti apa, tahu berbagai rumus kebahagiaan, sehingga kebahagiaan bisa diukur, diprediksi, dan lebih penting lagi: agar bisa diulang. Dengan memahami ilmunya, kita bisa mempertahankan dan meningkatkan level kebahagiaan kita. Berbagai riset terbaru membuktikan bahwa level happiness ternyata menentukan level sukses seseorang.

Selama ini orang kerap membicarakan happiness dalam tiga aspek, yaitu sebagai mood (perasaan) dalam diri seseorang, art (seni, cara, dan teknik mendapatkan kebahagiaan), dan science (memenuhi kaidah keilmuan).

Paradigma lama sudah berubah

Managing Director Insitute for Leadership and Life Management (ILM) ini menyebutkan, psikologi lama sejak awal mempelajari manusia dari sudut trauma dan psikoanalisis, namun kini paradigma tersebut sudah berubah ke psikologi positif yang mengedepankan emosi positif, sifat positif, dan institusi positif, sehingga berorientasi pada masa depan dan kebahagiaan. Human resources management makin mengarah bagaimana membuat karyawan mencintai pekerjaan, menemukan ‘flow’ di tempat kerja, sehingga makin produktif.

“Semua orang kan membicarakan dan menginginkan kebahagiaan, itu berarti kebahagiaan di atas segala-galanya,” tegas Arvan yang juga menulis buku best seller The 7 Laws of Happiness. Motivator yang dijuluki “The Happiness Inspirator” ini mengatakan orang yang bahagia tapi belum sukses masih punya harapan; tapi sebaliknya orang yang tidak bahagia dan belum sukses saja, dirinya akan frustrasi dan segera “habis.”

Leave a Reply

Your email address will not be published.