The Anatomy of Hatred

Banyak orang yang salah kaprah dengan menganggap kebencian adalah kelanjutan dari rasa tidak suka. Padahal keduanya jauh berbeda. Ketika kita tidak menyukai sesuatu, kita cenderung menjauh dari hal itu. Kita enggan menyebut-nyebutnya bahkan mengingat-ingatnya.

Tapi hal sebaliknya terjadi pada saat seseorang membenci sesuatu. Dia akan terus menyebut-nyebutnya, mengingat-ingatnya. Sesuatu yang kita benci melekat erat dalam pikiran kita. Tanpa disadari, kelekatan ini menjadi siksaan bahkan kutukan kepada orang yang membenci.

Rasa suka adalah hal yang natural. Setiap orang memiliki rasa suka dan tidak suka terhadap sesuatu. Perasaan ini menegaskan nilai-nilai yang diyakininya. Katakanlah, orang yang meyakini nilai-nilai kejujuran tentu akan suka dengan orang yang jujur, dan tidak suka dengan orang yang tidak jujur.

Tidak mungkin seseorang menyukai semua hal apalagi yang bertentangan, misalnya menyukai kejujuran sekaligus menyukai kebohongan. Kalaupun ada orang yang seperti itu, maka itulah orang yang tidak memiliki nilai-nilai dalam hidupnya.

Tidak suka dan benci adalah dua perasaan yang berjalan ke arah yang berbeda. Sementara suka dan cinta adalah dua perasaan yang berjalan ke arah yang sama.

Selain itu, kita juga sering salah dalam memandang kebencian dengan melihat ke luar diri kita. Padahal, yang perlu kita perhatikan adalah diri kita sendiri, jangan sampai diri kita ikut-ikutan menjadi pembenci.

Ada sebuah adagium yang mengatakan bahwa seseorang tidak dihukum ‘karena’ dosanya, melainkan sesorang dihukum ‘oleh’ dosanya. Hal ini berlaku pula pada orang yang membenci. Seorang pembenci akan langsung dihukum oleh kebenciannya. Ketika kita membenci seseorang, maka seketika itu juga kita akan langsung dihukum oleh kebencian itu.

Ada dua unsur yang terkandung dalam kebencian. Yang pertama adalah kemelekatan (attachment). Orang yang membenci akan selalu memikirkan sesuatu yang dibencinya. Bahkan kemelekatan ini menghujam begitu kuat dalam diri seseorang sehingga mencegahnya untuk berpadangan secara objektif atau berlaku adil pada sesuatu yang dibencinya.

Yang kedua adalahh energi. Kebencian mengandung energi yang tidak bisa diam. Jika bergerak keluar, energi ini berpotensi merusak sesuatu yang dibencinya. Jika bererak ke dalam, energi ini akan menghancurkan dirinya sendiri.

Penelitian di bidang kedokteran, kebencian bisa memacu jantung koroner. Bahkan, dampak kebencian terhadap penyakit jantung koroner melampaui bahaya merokok dan mengonsumsi kolesterol dalam jumlah yang besar. Orang-orang yang membenci memiliki probabilitas 5 kali lebih besar untuk meninggal karena serangan jantung.

Orang yang membenci tidak akan bahagia karena mereka menganggap sumber kebahagian berada di luar dirinya. Mereka meletakkan sumber kebahagiaan di luar diri mereka.

Orang yang membenci juga tidak bertujuan untuk mencari solusi. Kebencian adalah sesuatu yang irasional dan bertujuan untuk mempertahankan kebencian itu sendiri.

Ada dua hal yang menjadi penyebab kebencian, yakni keinginan yang tinggi yang diiringi dengan kemampuan yang rendah. Untuk menghilangkan kebencian dari dalam diri kita, maka satu-satunya jalan adalah meningkatkan kemampuan diri kita agar bisa berkompetisi secara fair.

Ada dua cara untuk menghadapi orang yang membenci kita. Pertama, lihatlah orang yang benci sebagai orang yang sakit. Dengan demikian, akan timbul rasa iba dalam diri kita terhadap orang yang membenci. Langkah selanjutnya adalah mengobati orang tersebut agar tidak ada lagi kebencian dalam diri mereka.

Kedua, mendoakan orang yang membenci kita. Ini adalah langkah yang sulit, namun bisa dengan cepat memproteksi diri kita untuk membalas kebencian orang lain terhadap diri kita. Tulislah nama orang yang membenci kita, dan sebutkan nama mereka dalam doa-doa kita.

 

Disarikan dari talkshow Smart Happiness “The Anatomy of Hatred” di Radio SmartFM bersama Arvan Pradiansyah, Motivator Nasional—Leadership & Happiness.

Leave a Reply

Your email address will not be published.