Tough Love

Sering kali kita memaknai cinta hanya dalam bentuk yang soft, seperti mengasihi, menyayangi, melindungi, mengayomi, dan sebagainya. Kita acap lupa bahwa cinta yang seimbang dan indah itu memiliki sisi lain yang berbeda, yakni tough love.

Tough love adalah cinta yang keras, tapi cinta. Cinta yang soft saja itu bisa meninabobokan dan melenakan orang yang kita cintai. Mereka akan merasakan bahwa apa pun yang mereka lakukan bisa dimengerti, diterima. Padahal cinta tidak hanya soft, melainkan juga tough yang menumbuhkan, mendidik.

Contoh tough love adalah ketika kita menerapkan disiplin kepada anak, kepada bawahan. Kita menutut komitmen dari mereka. Cinta yang tough bersifat demanding (menuntut), challenging (menuntut), meminta tanggung jawab, dan bahkan menghukum. Hanya saja yang perlu diingat, dasar dari itu semua bukanlah kebencian, melainkan cinta.

Secara alami manusia selalu mengejar kenikmatan dan menghindari kesakitan. Sayangnya, kenikmatan seperti dilindungi, dikasihi, disayangi didengarkan, dipahami, diayomi, dilindungi, dan sebagainya tidak membuat seseorang bertumbuh.

Orang tua yang selalu membela anaknya meski sanga anak melakukan kesalahan, akan membuat sang anak tumbuh menjadi pribadi yang tidak bertanggung jawab. Apakah orang tua yang seperti itu bisa dikatakan mencintai anaknya?

Padahal cinta yang sesungguhnya selalu mencapai titik balance, antara soft dengan tough. Jadi, ketika anak berbuat salah, maka orang tuanya jangan pernah membela dan mengambil tanggung jawabnya.

Jika orang tuanya membela, si anak tidak akan pernah belajar mengenai konsekuensi atas perbuatannya. Demikian pula dengan bawahan kita di kantor. Ketika bawahan melakukan kesalahan, maka biarkan dia merasakan konsekuensi atas kesalahan yang dilakukannya agar dia bisa mengambil pelajaran dari kesalahannya tersebut.

Saat berbicara tentang tough love, sesungguhnya tough itu ada pada si pemberi, bukan si penerima. Ketika seorang anak dibiarkan menanggung konsekuensi atas kesalahan yang dilakukannya, maka sesungguhnya yang menanggung tough love itu adalah orang tuanya.

 

Orang tua, atasan yang memberikan tough love kepada anak dan bawahannya sesungguhnya tengah melawan dirinya sendiri dan berlaku “tega”. Namun sebelum melakukan tough love, pastikan love datang terlebih dahulu, kemudian baru tough sehingga ketegasan yang kita berikan selalu berdasarkan cinta.

Sebaliknya, jika tough yang datang terlebih dahulu maka dikhawatirkan ketegasan yang dilakukan tidak didasari oleh cinta, melainkan oleh perasaan benci atau ingin menyiksa. Kalau love belum datang, makan jangan sekali-kali kita melakukan tough karena akan sangat berbahaya.

Tough love adalah tegas tapi baik, firm but kind. Salah satu bentuk ketegasan adalah marah. Seorang atasan harus bisa marah, tapi kemarahan yang dilandasi oleh cinta. Tidak dimungkiri bahwa ketegasan terhadap keluarga sendiri, khususnya anak, tidak semudah ketegasan terhadap bawahan di kantor.

Ada sebuah pernyataan yang sangat bagus dari Bette Davis yang berbunyi, “If you’ve never been hated by your child, you’ve never been a parent.” Kalau Anda tidak pernah dibenci oleh anak Anda, Anda tidak pernah menjadi orang tua.

Menjadi orang tua yang kadang-kadang “dibenci” oleh anak Anda, bisa jadi Anda tidak pernah menjadi orang tua yang balance bagi anak Anda. Kita harus tough agar anak dan bawahan kita tumbuh dan berkembang.

“Don’t handicap your children by making their lives easy.” ~Robert A. Heinlein

Inti tough love ada pada satu kata: tega. Tapi tega yang didasarkan pada cinta. Tough love selalu tidak menyenangkan untuk hari ini, tapi penting untuk hari esok.

“Under pressure she became a diamond under pressure she became unbreakable” ~r.h. shin

Tough love bukan hanya ditujukan kepada orang lain, melainkan juga pada diri sendiri. Disiplin, keteguhan hati, komitmen, keberanian, dan sebagainya sesungguhnya merupakan bagian dari tough love.

Dalam diri kita hanya ada satu ruangan yang harus terisi. Ketika ada benci, maka pastilah cinta tergusur dalam diri kita. Isilah diri kita dengan cinta, agar kebencian pergi dari dalam diri kita. []

 

Disarikan dari talkshow Smart Happiness “Tough Love” di Radio SmartFM bersama Arvan Pradiansyah, Motivator Nasional—Leadership & Happiness.

Leave a Reply

Your email address will not be published.