When Love Fades

“Love is a fabric which never fades, no matter how often it is washed in the water of adversity and grief.” —Robert Fulghum

Ada banyak hal yang menyebabkan cinta memudar. Namun ada satu hal yang acap terabaikan: bahwa cinta itu perlu dijaga dan dirawat. Jatuh cinta itu mudah. Ketika seorang jatuh cinta, dia memperjuangkannya.

Tatkala cinta itu sudah diraih, banyak orang yang berhenti memperjuangkan cinta. Mereka menganggap perjuangan telah berakhir dan kini berada di zona nyaman. Pandangan seperti ini sepenuhnya salah.

Pernikahan bukanlah akhir dari perjuangan. Sebaliknya, pernikahan adalah awal dan perjuangan. Dan berada dalam pernikahan bukanlah berada di dalam zona nyaman.

Jatuh cinta itu mudah. Bukan hanya orang dewasa, anak-anak pun bisa jatuh cinta. Yang membedakan anak-anak dengan orang dewasa adalah orang dewasa punya kemampuan untuk menjaga dan merawat cinta itu.

Jatuh cinta atau kasmaran merupakan perasaan atau feeling. Dan menurut beberapa penelitian rentang usia perasaan ini hanya 2 sampai 3 tahun. Setelah itu, perasaan tersebut akan memudar. Di sinilah tantangan kita untuk memperpanjang usia perasaan itu, dan mengubahnya menjadi kata kera.

Cinta bukan sekadar perasaan yang berdimensi biologis, melainkan sebuah kata kerja, sebuah aksi untuk menjaga dan merawat perasaan tersebut dalam perkawinan. Ituah yang disebut dengan bangun cinta.

Rumus umum yang berlaku di dunia ini adalah: everything fades through the time. Ini berlaku untuk semua aspek dalam dimensi fisik, dalam dimensi biologi, termasuk jatuh cinta.

Tugas kita adalah mentransformasikan cinta dari dimensi biologis ke dalam dimensi yang lebih tinggi, yakni dimensi psikologis (keintiman), dan dimensi spiritual (komitmen). Ketika cinta berada dalam dimensi spiritual, maka rumus umum yang menyatakan segala sesuatu akan memudar seiring berjalannya waktu pun tidak berlaku untuk cinta.

Dalam dimensi spiritual, pernikahan adalah hal terpenting, bahkan lebih penting daripada anak-anak yang dilahirkan dalam pernikahan tersebut. Ketika kita menganggap bahwa anak-anak lebih penting, maka kita tidak akan punya waktu untuk menjaga dan merawat cinta.

Ketika cinta tidak dijaga dan dirawat, maka dia tidak akan berkembang dari dimensi biologis ke dimensi psikologis dan spiritual. Itu artinya cinta akan memudar. Dan ketika cinta memudar, maka pihak yang paling dirugikan adalah anak-anak.

Itulah mengapa hadiah terindah yang bisa diberikan oleh seorang ayah kepada anak-anaknya adalah mencintai ibu mereka. Demikian pula sebaliknya, hadiah terindah yang bisa diberikan seorang ibu kepada anak-anaknya adalah mencintai ayah mereka.

Satu-satunya upaya untuk menjaga dan merawat cinta adalah meluangkan waktu untuk berdua. Dengan itu pasangan suami-istri bisa tumbuh bersama dan tetap dalam keseimbangan. Bukankah cinta yang terindah adalah ketika sepasang suami-istri bisa tumbuh bersama, menua bersama?

Leave a Reply

Your email address will not be published.