Bagaimana cara menghadapi stres dalam bekerja?

Assalamualaikum Mas Arvan,

Saya ingin minta advis untuk anak perempuan paling besar  saya, usianya 24 thn, saat ini dia bekerja di perusahaan cukup besar, dia  tamatan S1 dari Aussie dan baru 1 tahun ini mulai bekerja di div sales. Dalam kurun waktu 1 tahun ini, alhamdulilah kariernya cepat sekali menanjak (junior manager), mungkin juga karena kebetulan (faktor “luck“), senior-senior diatasnya banyak yang resign dibajak perusahaan lain.

Sebenarnya dia tidak siap dengan kondisi seperti itu ( maunya berada di “comfort zone“), dan dia beruntung hampir semua “modern trade market” sudah pernah dipegangnya di perusahaan ini dan saat ini pimpinannya mengangkat dia untuk pegang account yang cukup besar dan menjadi andalan perusahaan tersebut, namun dia tidak siap, tapi harus dijalankan, karena dia sadar akan kelemahan-kelemahan yang dia miliki antara lain dalam soal yang berbau hitungan-hitungan/angka (numbers) dia sangat lemah dan tidak cerdas.

Memang saat SMA, saya pernah periksakan IQ dia, ternyata memang IQ dia dibawah rata-rata tapi relationship dan hubungan secara verbal dia cukup baik, bahkan dalam saran psikolog saat itu dia tidak disarankan sampai S1 tapi cukup D3 saja, tapi alhamdulillah dia bisa selesai S1-nya. Saya juga tidak tahu, kenapa anak saya bisa dipercaya oleh pimpinan dan di-support rekan-rekannya untuk diberikan jabatan tersebut, apakah karena faktor bahasa Inggris (cara dia berkomunikasi) dan pernah 4 tahun mandiri di Luar Negeri?

Akibat dari tekanan-tekanan kerjaan dia saat ini, berefek pada psikologisnya, seperti stres sampai terbawa kerumah dan mengganggu tidur, sering menderita sakit kepala dan asam lambungnya bermasalah. Sebagai seorang ibu yang mengerti kondisi psikologis dia dan saya sebagai wanita bekerja juga yang paham akan situasi yang dihadapinya, saya hanya bisa men-support dan menenangkan tanpa membebani dia untuk berprestasi. Namun saya selalu bilang pada dia, coba lakukan untuk belajar dahulu mencari pengalaman minimal 2 tahun, setelah mendapat ilmunya dan teknis pelaksanaannya, baru kamu memutuskan mencari kerja ditempat lain.

Apakah saran saya benar Mas Arvan?, tapi kadang saya juga kasihan kalau sedang stres sangat berpengaruh pada mood dia dirumah. Dia menjadi lebih sensitif, jutek dengan orang lain dan  selalu ingin dipeluk dan tidur dengan saya.

Saya kadang merasa bersalah seakan bukan menolongnya tapi membiarkan dia untuk mencari pengalaman dan menghadapi stres di dunia nyata sebagai manusia dewasa. Bagaimana memberi saran untuk bisa mengelola pikirannya biar lebih tenang menghadapi realita hidup Mas Arvan? Untuk info saja, saya seorang “single parent” sejak anak saya SMP, karena ayahnya meninggal dunia dan saya selalu membaca buku-buku Mas Arvan dan pendengar setia  Mas Arvan di Smart FM.

Mohon advis dan saran dari Mas Arvan  yang harus saya komunikasikan dengan dia, supaya dia bisa merasakan kebahagiannya, tenang bekerja diusia saat sekarang ini dan menikmati hidup yang wajar tanpa harus diburu dengan target-target kerja dan hidup.

Terima kasih dan saya tunggu advisnya.

Regards,
(DS)

Arvan Menjawab

Ibu DS yang baik,

Memang berat rasanya melihat anak yang kita kasihi mengalami tekanan-tekanan psikologis semacam itu. Sebagai seorang ibu – apalagi Anda adalah single parent – sudah pasti beban psikologis anak akan menjadi beban Anda pula. Inilah yang harus segera kita cari jalan keluarnya.

Marilah kita mulai dengan memikirkan masalah ini dengan penuh ketenangan. Menurut saya sesungguhnya tidak ada yang salah dengan anak Anda. Anak Anda malah cukup beruntung karena baru setahun kerja tetapi karirnya sudah cukup melesat. Anda Anda juga cukup beruntung karena hampir semua “modern trade market” pernah dipegangnya, jadi sebenarnya ia cukup menguasai situasi. Itulah pula yang membuat pimpinan percaya kepadanya untuk memegang account besar yang menjadi andalan perusahaan.

Pertanyaan saya, mungkinkah perusahaan mau menyerahkan account andalan kepada anak Anda kalau mereka tidak yakin bahwa di tangan anak Anda account tersebut akan terkelola dengan baik? Saya yakin tidak akan mungkin. Perusahaan kan tidak bodoh, perusahaan sama sekali tidak menginginkan kegagalan. Perusahaan dalam hal ini pasti sudah berhitung dengan benar. Jadi sampai disini sesungguhnya hal ini sama sekali bukan berita buruk. Ini adalah sebuah kabar baik yang patut disyukuri.

Kita patut bersyukur karena bukankah sesungguhnya sulit untuk mendapatkan kepercayaan dari atasan? Bukankah banyak orang di dunia ini yang mengeluh karena sulitnya mendapatkan kepercayaan dari atasan? Jadi dalam hal ini anak Anda adalah sebagian kecil dari orang yang beruntung. Yang lebih hebat lagi kepercayaan itu bisa anak Anda raih dalam waktu yang relatif singkat.

Bahwa setelah itu anak Anda merasa tidak mampu karena ia tidak kuat dalam pekerjaan yang berkaitan dengan angka, menurut saya itu adalah hal yang lain. Yang penting atasan percaya kepada kemampuannya. Jadi menurut saya masalah yang dialami anak Anda tidak terlalu rumit. Yang lebih rumit dari itu adalah bila kita yakin akan kemampuan kita tetapi atasan yang tidak yakin dengan kemampuan kita. Masalah Anda justru adalah sebaliknya.

Menurut saya yang perlu anak Anda lakukan sekarang sederhana sekali: ia hanya perlu berterus terang kepada atasan mengenai kelemahannya dalam urusan hitung menghitung. Semua penderitaan psikologis yang ia alami sesungguhnya adalah karena ia tidak mau berterus terang.  Jadi katakan saja sejujurnya dan apa adanya mengenai potensi masalah yang akan ditimbulkan dengan kelemahan tersebut. Saya yakin atasan Anda akan memahaminya, karena buat apa juga ia mengambil resiko dengan menugaskan Anda di account yang seperti itu.

Saya menangkap bahwa anak Anda tidak berani berterus terang kepada atasan karena ia takut akan resikonya. Mungkin ia takut dimarahi atasannya. Padahal tidak ada alasan sama sekali bagi si atasan untuk marah, karena belum ada kesalahan apapun yang terjadi. Atasan malah akan marah kalau anak Anda tidak berterus terang akan kelemahannya dan terus melakukan pekerjaan kemudian melakukan kesalahan yang merugikan perusahaan. Kalau itu yang terjadi ia baru pantas untuk marah.

Salah satu kekhawatiran anak Anda yang lain adalah bahwa ia akan dikucilkan atau bahkan dikeluarkan dari perusahaan karena keterusterangannya itu. Hal ini menurut saya lebih tidak masuk akal lagi. Bukankah anak Anda adalah anak yang berprestasi dalam pekerjaannya? Bukankah perusahaan akan lebih rugi lagi kalau anak Anda sampai keluar dan pindah ke perusahaan lain? Jadi perusahaan pasti tidak mau kehilangan karyawan terbaiknya, karena itu posisi Anda sesungguhnya sangat aman. Posisi Anda hanya tidak aman justru kalau Anda tidak mau berterus terang dan pada akhirnya merugikan perusahaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published.