Apakah Anda Punya Harga Diri?

Well, we all know that self-esteem comes from what you think of you, not what other people think of you. —Gloria Gaynor

Setiap orang yang ingin bahagia harus punya harga diri. Tanpa harga diri, mustahil seseorang bisa bahagia. Harga diri di sini adalah bagaimana kita menilai diri kita sendiri, dan bukan penilaian orang lain terhadap diri kita.

Ada 2 unsur dalam harga diri, yakni kebanggaan (pride) dan rasa malu (shame). Keduanya harus hadir dalam sebuah harga diri. Kebanggaan tanpa rasa malu bukanlah harga diri, melainkan kepongahan. Rasa malu tanpa kebanggan juga bukan harga diri, melainkan rendah diri.

Kebanyakan kita melupakan unsur ke-2 dalam harga diri, malu. Di negeri-negeri Barat, orang banyak membincangkan perihal harga diri, dan yang disorot hanya sisi kebanggaan. Padahal, kebanggaan tanpa rasa malu bukanlah harga diri.

Ada 4 tipe manusia berkaitan dengan kebanggan dan rasa malu ini:

  1. Orang yang memiliki kebanggaan sekaligus rasa malu. Merekalah orang yang berbahagia karena mereka memiliki harga diri.
  2. Orang yang memiliki kebanggaan tanpa rasa malu. Mereka adalah orang yang sombong dan tidak bahagia. Bahkan, hilangnya rasa malu mencerminkan bahwa seseorang sudah tidak lagi beriman kepada Tuhan.
  3. Orang yang tidak memiliki kebangaan, dan selalu merasa malu. Mereka adalah orang yang rendah diri, tidak bersyukur atas karunia Tuhan kepadanya, dan tentu saja tidak bahagia.
  4. Orang yang tidak memiliki kebanggan dan juga rasa malu. Mereka adalah orang-orang yang antisosial, dan juga tidak bahagia.

Di belahan dunia Barat, orang mengidentikkan harga diri dengan kebanggaan semata. Sementara di belahan dunia Timur, harga diri memiliki nilai yang sangat tinggi, bahkan di atas kehidupan itu sendiri.

Jika kita melihat tradisi-tradisi di belahan dunia Timur, seperti Jepang dan Korea, harga diri begitu tinggi. Di Jepang bahkan ada tradisi di kalangan Samurai yang memilih untuk mengakhiri hidup mereka ketimbang menanggung malu bertekuk lutut di hadapan musuh. Tradisi Samurai ini juga diadopsi oleh kalangan awam di Jepang.

Di Korea, kita kerap mendengar berita mundurnya pejabat publik mereka tatkala ada skandal atau hanya masalah teknis seperti listrik yang padam atau kapal yang tenggelam. Mereka memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya dengan kepala tegak, daripada mempertahankan jabatan mereka dengan kepala tertunduk karena malu.

Di negeri kita pun tradisi meletakkan harga diri di atas kehidupan seperti ini telah lama dikenal. Di Aceh kita mengenal istilah marwah, di Madura kita mengenal tradisi carok, atau di Makassar kita mengenal budaya siri.

Tradisi itu semua menggambarkan secara gamblang bahwa harga diri adalah segala-galanya, bahkan di atas kehidupan itu sendiri. Jika kita melihat dari sisi akibat, mungkin yang tergambar adalah kekerasan yang buruk, namun jika kita melihat dari sisi sebab, sesungguhnya yang terlihat adalah sesuatu yang baik.

Tradisi seperti ini seolah menasihati kita bahwa kita jangan sekali-kali mencoreng harga diri dengan perbuatan aib. Kita harus menjaga diri kita dari berbuat aib meski nyawa yang menjadi taruhannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.