Curhat: Bahagia atau Petaka?

“Don’t tell your problems to people: eighty percent don’t care; and the other twenty percent are glad you have them.” ―Lou Holtz

Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kebutuhan untuk bersosialisasi, termasuk kebutuhan untuk didengarkan oleh orang lain. Curhat adalah salah satu cara menyalurkan kebutuhan naluriah ini.

Curhat dapat definisikan sebagai aktivitas menceritakan beban-beban yang mengganjal dalam hati/pikiran kita kepada orang lain untuk membebaskan diri kita dari tekanan. Setelah curhat, biasanya kita merasa lega, plong.

Meski perasaan itu sesaat dan kebanyakan tidak menyelesaikan masalah yang dihadapi, curhat ternyata berdampak positif bagi pelakunya. Penelitian di bidang psychoneuroimmunology, misalnya, menunjukkan sinyalemen awal bahwa curhat (dalam psikologi dikenal dengan istilah self-disclosure) bisa menjadi salah satu cara untuk memodulasi tingkat kekebalan tubuh manusia.

Sayangnya, perasaan positif itu hanya berlaku bagi si pencurhat, dan tidak pada orang yang mendengarkan curhat. Banyak kasus yang menunjukkan bahwa orang yang mendengarkan curhat justru merasa terbebani secara mental.

Salah satu cara untuk melepaskan beban mental tersebut, si pendengar curhat biasanya mencari orang lain untuk mendengarkan curhatnya, dan begitu seterusnya. Jika demikian, curhat menjelma menjadi efek bola salju yang semakin membesar dan bisa berdampak dahsyat bagi setiap orang yang terlibat di dalamnya.

Mitra Curhat Terbaik

Melihat dampak serius yang bisa disebabkan oleh curhat, maka curhat seharusnya dilakukan hanya kepada the right partner, mitra yang tepat. Sebaik-baiknya mitra curhat adalah Tuhan karena manusia adalah makhluk spiritual.

Namun, seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa selain sebagai makhluk spiritual, manusia juga merupakan makhluk sosial yang butuh didengarkan orang lain, maka mitra terbaik curhat selanjutnya adalah pasangan hidup―suami atau istri―kita.

Konsekuensinya, orang-orang yang telah menikah akan hidup lebih tenang karena mereka memiliki teman permanen, mitra yang tepat untuk curhat.

Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Martin Seligman, Bapak Psikologi Positif dalam bukunya Authentic Happiness: Using the New Positive Psychology to Realize Your Potential for Lasting Fulfillment (2002), bahwa orang yang menikah lebih bahagia daripada mereka yang tidak menikah.

Selain kepada Tuhan dan pasangan hidup kita, curhat bisa kita lakukan kepada orang yang memiliki kompetensi atau pengetahuan untuk menyelesaikan masalah yang kita hadapi.

Selain kepada ketiga mitra curhat tersebut, curhat berpeluang menjadi bumerang bagi Anda. Setiap kali Anda menceritakan permasalahan yang Anda hadapi―apakah itu menyangkut aib atau bukan―berarti Anda telah membuka kelemahan Anda kepada orang yang mendengarkan curhat Anda.

Saat itu pula kredibilitas Anda akan turun di matanya. Celakanya lagi, orang yang mendengarkan curhat Anda bisa saja menceritakan kembali permasalahan Anda kepada orang lain, maka semakin turunlah kredibilitas Anda di mata mereka semua.

Jadi, berhati-hatilah dalam memilih mitra curhat.

One comment

  1. Selain kepada Tuhan dan pasangan hidup kita, curhat bisa kita lakukan kepada orang yang memiliki kompetensi atau pengetahuan untuk menyelesaikan masalah yang kita hadapi.
    Pilihlah teman yang baik jika anda ingin melakukan ” Curhat”

Leave a Reply

Your email address will not be published.