Saat kita menolak kenyataan, memprotes keadaan, memikirkan agenda-agenda, rencana-rencana, ambisi, keinginan, dan sebagainya, di saat itulah kita kehilangan joy, dan kita tidak akan merasakan kebahagiaan.

Joy adalah perasaan yang muncul saat diri kita menyatu dengan alam, menerima keadaan, menjadi diri kita apa adanya, masuk ke dalam kekinian. Saat itu terjadi, kita akan merasakan kebahagiaan.

Hal yang mengambat kita dalam mendapatkan joy adalah pikiran kita sendiri. Di dunia yang penuh dengan persaingan yang ketat seperti sekarang, kita dipaksa untuk memenuhi pikiran kita dengan target-target, goals, yang ingin kita capai.

Itu semua membuat kita kehilangan joy, dan semakin jauh dari kebahagiaan. Tentu saja kita boleh saja memiliki target, goals, dan semacamnya, tapi sadarilah konsekuensinya bahwa kita akan kehilangan joy dan kebahagiaan.

Hidup ini penuh dengan pilihan. Dan setiap pilihan memiliki konsekuensi masing-masing.

Semakin kita mengejar kebahagiaan, semakin kita menjauh dari kebahagiaan itu sendiri. Mirip dengan orang yang mengejar kupu-kupu di taman. Semakin dikejar, kupu-kupu akan terbang menjauh.

Agar kupu-kupu mendekat kepada kita, duduklah dengan tenang di taman. Satukan badan, pikiran, dan jiwa Anda, dan masukkan ke dalam kekinian. Maka kupu-kupu akan menghampiri dan hinggap di pundak Anda.

Ada kisah menarik tentang seseorang yang menemui Buddha seraya berkata, “I want Happiness,” saya ingin kebahagiaan.

Mendengar hal itu, Buddha kemudian berkata, “Jika kamu ingin bahagia, buanglah dua hal. Yang pertama buang I yang melambangkan ego, dan want yang melambangkan desire, sehingga yang tertinggal hanyalah happiness.”

Ego dan desire adalah dua hal yang menghalangi diri kita untuk mencapai kebahagiaan.

Kebahagiaan terindah terjadi ketika kita tidak memikirkan kebahagiaan itu sendiri.

 

Disarikan dari talkshow Smart Happiness “Positive Emotion Series: Joy” di Radio SmartFM bersama Arvan Pradiansyah, Motivator Nasional-Leadership & Happiness.