The Luck Factor

Orang yang belajar dengan giat, dan dia lulus ujian. Itu adalah contoh orang yang berhasil. Orang yang tidak belajar, dan dia juga lulus ujian. Itu adalah contoh orang yang beruntung.

Luck atau keberuntungan adalah kalau keberhasilan kita lebih banyak disebabkan oleh faktor eksternal. Tetapi, kalau keberhasilan lebih banyak disebabkan oleh faktor internal, itu namanya berhasil.

Jika dirumuskan, keberuntungan adalah jika external forces lebih besar daripada effort. Semenyara keberhasilan adalah jika effort lebih besar daripada external forces.

Ada 3 paradigma yang terkait dengan keberuntungan:

  1. Paradigma pertama adalah orang yang percaya pada keberuntungan. Menurut orang-orang ini, semua yang terjadi di dunia ini karena keberuntungan. Tidak ada faktor lain. Orang yang percaya bahwa semua terjadi karena keberuntungan, akan menjadi orang yang mudah menyerah.
  2. Paradigma kedua orang yang tidak percaya pada keberuntungan. Menurut mereka, semua terjadi di dunia ini disebabkan oleh usaha kita. Bagi orang-orang tersebut, di dunia ini berlaku hukum sebab-akibat. Orang-orang seperti ini selalu berpikiran rasional dan bekerja keras.
    Orang yang tidak percaya pada keberuntungan, akan terjebak pada kesombongan
  3. Paradigma ketiga ketika kita mengatakan semua terjadi karena keberuntungan. Paradigma ketiga seolah-olah sama paradigma pertama. Padahal, esensi paradigma ketiga berbeda dengan paradigma pertama. Segala sesuatu di dunia ini memang terjadi karena keberuntungan. Ada sebab, ada akibat. Tapi tidak serta-merta sebab menghasilkan akibat. Di antara sebab dan akibat, ada izin Tuhan. Tanpa izin Tuhan, sebesar apa pun usaha kita tidak akan menghasilkan apa-apa.

Percaya pada keberuntungan sebelum memahami adalah fatalisme. Percaya pada keberuntungan setelah memahami itulah kebahagiaan.

Percaya bahwa segala sesuatu yang ada di dunia terjadi karena keberuntungan, itulah yang akan membuat kita bahagia.

Orang yang memahami paradigma ketiga ini percaya bahwa Tuhan hanya mengizinkan kalau kita sudah melakukan yang terbaik.

Jika kita belum berhasil mencapai apa yang kita inginkan, maka lihatlah perbuatan kita. Apakah perbuatan kita sudah mengarahkan diri kita kepada tujuan atau belum?

Mengatakan “Insya Allah” sebelum paham, itu disebut tidak bertanggung jawab. Tetapi, mengatakan “Insya Allah” sesudah paham, itulah yang dinamakan rendah hati.

Orang yang tidak bertanggung jawab, akan menimpakan kesalahannya kepada Tuhan. Tuhan Maha Kuasa, tapi Tuhan tidak pernah memberikan sesuatu kepada orang yang tidak berusaha.

Kita bekerja untuk membuat peluang turunnya izin Tuhan.

Dari mana kita mengetahui bahwa usaha kita sudah cukup? Jawabannya, jika usaha kita sudah mencapai hasil.

Rahasia dalam hidup ini adalah mengetahui apakah usaha kita sudah maksimal, atau belum? Sesuatu yang kita anggap sudah maksimal, kadang kala hanya dalam persahaan kita padahal kenyataannya usaha kita belum maksimal.

Dalam bisnis, misalnya, kita menyangka usaha kita sudah maksimal. Tapi lihat apa yang dilakukan oleh kompetitor kita. Ternyata masih ada hal-hal yang belum kita lakukan, tapi sudah dilakukan oleh kompetitor. Itu berarti usaha yang kita lakukan belum maksimal.

Kita harus melihat usaha yang dilakukan baik oleh diri kita sendiri maupun orang lain, dan bukan hanya melihat hasil. Banyak orang yang hanya melihat hasil, sembari mengabaikan usaha, dan mengatakan bahwa orang lain lebih beruntung. []

Disarikan dari talkshow Smart Happiness “The Luck Factor” di Radio SmartFM bersama Arvan Pradiansyah, Motivator Nasional di bidang Leadership & Happiness.

Leave a Reply

Your email address will not be published.