Trading Places

“If there is any one secret of success, it lies in the ability to get the other person’s point of view and see things from that person’s angle as well as from your own.”Henry Ford

Semua orang ingin dimengerti oleh orang lain, tapi tidak semua orang bisa mengerti orang lain. Padahal, sebelum menuntut untuk dimengerti, kita harus mengerti orang lain terlebih dahulu. Satu-satunya cara untuk bisa mengerti orang lain adalah melakukan trading places.

Secara sederhana, trading places bermakna bertukar posisi. Saat kita melakukan trading places, kita memosisikan diri kita sebagai orang lain yang akan atau tengah berinteraksi dengan kita. Dengan demikian, kita bisa melihat dan merasakan apa yang dilihat dan dirasakan oleh orang lain.

Semua permasalahan yang lahir dari kesalahpahaman sebenernya bisa kita antisipasi seandainya kita bisa melakukan trading places. Cek-cok antara suami dan istri dalam rumah tangga, misalnya, bisa diantisipasi jika kedua belah pihak sama-sama meluangkan waktu untuk melakukan trading places. Tentu saja bukan bertukar posisi dalam arti yang sebenarnya—suami menggantikan peran istri dan sebaliknya—melainkan mencoba untuk melihat dan merasakan segala sesuatu dari sudut pandang orang lain.

Demikian juga kesalahpahaman antara orangtua dan anak bisa diminimalisasi jika saja—paling tidak—orang tua mau melakukan trading places dengan anaknya. Kebanyakan orangtua merasa lebih tahu ketimbangang anaknya dengan mengatakan, “Ayah/Ibu lebih tahu daripada kamu” semata-mata karena orangtua dulunya juga pernah menjadi anak.

Padahal, pengalaman-anak-zaman-dulu (ketika sang orangtua masih berstatus anak) berbeda dengan pengalaman-anak-zaman-sekarang. Di situlah pentingnya orangtua melakukan trading places agar bisa menyelami dunia anaknya yang berbeda dengan dunianya dulu.

Memang bagi sang anak, dibutuhkan waktu berpuluh tahun kemudian untuk menduduki posisi orangtua. Dan pada saat itu—ketika sang anak sudah menjadi orangtua—dia baru bisa benar-benar melihat dan merasakan pandangan dan perasaan orangtua.

Dalam bisnis, trading places bukan hanya akan memuluskan transaksi, tapi juga menimbulkan kebahagiaan. Bayangkan, betapa indahnya jika penjual dan pembeli saling bertukar posisi. Penjual benar-benar bisa melihat dan merasakan apa yang dilihat dan dirasakan oleh pembeli, demikian pula sebaliknya. Di sana akan tercipta saling pengertian.

Trading places bukan berandai-andai menjadi orang lain, tetapi upaya untuk melihat dari kacamata orang lain, masuk ke dunia orang lain, dan menyelaminya. Dengan melakukan trading places, kita bukan hanya mengerti namun juga merasakan.

Hanya mengerti namun tidak bisa merasakan, disebut analisis. Hanya bisa merasakan namun tidak mengerti, disebut simpati. Tidak mengerti dan tidak bisa merasakan, disebut egois. Trading places melampaui itu semua, bisa mengerti dan bisa merasakan sekaligus. Inilah yang disebut empati.

Leave a Reply

Your email address will not be published.