Why Leaders Fail?

Kegagalan adalah hal yang manusiawi karena manusia selalu berada dalam masa pertumbuhan. Memang, pertumbuhan secara fisik berhenti pada usia tertentu, namun manusia sesungguhnya tetap tumbuh secara emosional, mental, dan spiritual.

Dalam masa pertumbuhan tersebut, manusia kadang kala mengalami kegagalan. Dari kegagalan itulah manusia belajar untuk menjadi lebih baik. Bahkan, bagi orang yang berbahagia, tidak ada kata kegagalan. Bagi mereka hanya ada 2 kondisi: berhasil (win) atau belajar (learn).

Kegagalan adalah cara terbaik bagi manusia untuk belajar. Tentu, manusia tidak harus melulu belajar dari kegagalan dirinya sendiri. Kita bisa belajar dari kegagalan-kegagalan yang dialami orang lain agar learning curve kita menjadi semakin pendek.

Ada 7 hal yang membuat seorang Leader gagal:

  1. Loose happiness

Kehilangan kebahagiaan adalah kehilangan energi yang luar biasa. Ketika seorang Leader tidak lagi bahagia, dia tidak lagi memiliki semangat, gairah, passion untuk mencapai sesuatu. Dia menjalani hari-harinya tanpa makna, tanpa arah dan tujuan hendak kemana.

Sayangnya, banyak orang yang tidak sadar kalau dirinya telah kehilangan kebahagiaan. Bagi mereka yang sadar bahwa dirinya tidak bahagia, itu adalah pertanda baik. Karena kesadaran tersebut akan mendorongnya untuk menemukan kembali kebahagiaannya.

Untuk menemukan kembali kebahagiaan yang telah hilang, seorang Leader harus mengingat pertanyaan, “What on earth am I here for?” “Untuk apa saya berada di dunia ini?” Pertanyaan ini akan mengingatkannya pada tujuan dan misi hidupnya di dunia, dan memberikan makna pada apa yang sedang ia kerjakan.

 

  1. Become selfish

Ada kalanya seorang Leader menjadi selfish. Ia mementingkan dirinya sendiri sembari melupakan orang lain dan timnya. Jika itu terjadi, maka gap antara Leader dan anggota tim akan semakin mengaga lebar. Mereka tidak lagi memiliki tujuan yang sama.

Pada saat itu, Leader tidak akan pernah mampu mencapai target-targetnya karena target-target tersebut dirancang untuk dicapai bersama tim. Tim pun akan tercerai-berai dan masing-masing berfokus pada kepentingan sendiri-sendiri.

 

  1. Become arrogant

Seorang Leader yang hebat senantiasa menerima feedback dari anggota timnya. Tanpa feedback, sehebat apa pun seseorang, lama-kelamaan dia akan tertinggal. Agar dapat menerika feedback, seorang Leader harus membuka dirinya kepada para anggota tim.

Itu semua tidak akan terjadi jika seorang Leader menjadi arogan, merasa dirinya paling hebat, merasa dirinya paling tahu. Jika itu yang terjadi, dia tidak akan bisa menerima feedback dari anggota timnya. Semakin lama seorang Leader tidak menerima feedback, dia akan semakin tidak up to date.

Akibatnya, keputusan yang diambil pun jauh dari akurat karena dia tidak mengetahui dengan persis realitas di lapangan.

 

  1. Violate trust

Ketika apa yang dikatakan oleh seorang Leader berbeda dengan apa yang dilakukannya, maka anggota timnya akan bingung. Mana yang harus diikuti? Perkataan atau perbuatan? Kebanyakan anggota tim akan menjadikan perbuatan Leader sebagai patokan karena action speaks louder than words.

Saat itu, seorang Leader telah mencederai hukum kepercayaan, yakni say = do. Bahkan, dalam rumus yang lebih ekstrem lagi dikatakan think = say = do.

 

  1. Forget company values

Terlalu berfokus pada target acap kali membuat Leader melalaikan nilai-nilai perusahaan. Benar bahwa taget membuat perusahaan “berjalan”, tapi nilai-nilailah yang membuat perusahaan “bertahan”.

Leader yang melupakan nilai-nilai perusahaan pada hakikatnya telah menggerogoti fondasi perusahaan. Perusahaan pun “berjalan” tanpa nilai-nilai, dan hanya menunggu waktu keruntuhannya ketika fondasi sudah tidak kuat lagi menopang elemen-elemen lain di perusahaan.

 

  1. Loose perspective

Tantangan yang dihadapi perusahaan kerap menyeret seorang Leader untuk mengurusi hal-hal teknis yang kecil. Akibatnya, Leader terjebak ke dalam micromanagement dan kehilangan big picture perusahaan.

Dalam bahasa Inggris dikatakan, “Leader is busy by doing rather than becoming.” Waktu, tenaga, dan perhatiannya tersita untuk hal-hal kecil yang seharusnya dia delegasikan kepada orang yang tepat. Waktu, tenaga, dan perhatian seorang Leader seharusnya tertumpu pada perspektif mau dibawa ke mana perusahaan.

 

  1. Forget to learn

Ketika seorang Leader merasa cukup, dia akan lupa untuk belajar. Keengganannya dalam mengembang diri membuatnya berhenti bertumbuh. Padahal, seorang Leader tidak boleh berhenti tumbuh.

Dia harus terus-menerus mengembangkan dirinya untuk mencapai kesempurnaan (meski hal itu tidak akan pernah dicapai). Salah satunya belajar dari kegagalan-kegagalan orang lain.

Pastikan diri Anda tidak mengalami kegagalan karena telah mempelajarinya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.