Fragile

“All good things in life are fragile and easily lost.” —Khaled Hosseini

Sering kali sesuatu yang terlihat kokoh dari luar, tetapi di dalamnya rapuh. Sebaliknya, ada pula sesuatu yang terlihat rapuh di luar, tetapi di dalamnya kokoh. Ini membuktikan bahwa sesuatu yang terlihat belum tentu mencerminkan apa yang ada di dalamnya.

Ada 7 hal di dunia ini yang rapuh atau fragile:

  1. Hubungan atau persahabatan yang dibangun atas dasar ketidakbaikan.

Ada banyak pertemanan atau persahabatan yang dibangun bukan atas dasar kebaikan. Misalnya, dua orang yang memiliki kebiasaan yang sama, yakni bergosip. Meski dari luar yang terlihat adalah persahabatan yang kokoh, sesungguhnya rapuh di dalam.

Masing-masing pihak mengetahui bahwa pihak lain adalah orang yang tidak dapat dipercaya. Jika selama ini mereka menggunjingkan orang lain, di lain hari salah satu pihak pasti akan digunjingkan oleh pihak lain.

  1. Perkawinan yang hanya didasarkan pada pertimbangan fisik.

Ikatan perkawinan yang didasarkan pada pertimbangan fisik, seperti kecantikan dan ketampanan, kekayaan, dan sebagainya merupakan ikatan yang rapuh. Hal ini terjadi karena apa pun yang bersifat fisik itu terbatas, dan akan berkurang seiring berjalannya waktu.

 

Ketika kecantikan dan ketampanan memudar, atau kekayaan berkurang, maka ikatan perkawinan yang terjadi pun melemah. Ikatan perkawinan yang kokoh adalah didasari cita-cita bersama, komitmen bersama untuk melahirkan generasi yang unggul. Sementara kesenangan dalam ikatan pernikahan hanyalah tambahan.

 

  1. Orang yang hanya mementingkan citra tapi tidak pernah membangun karakter dan kompetensi.

Ada dua tipe manusia, yakni “looks good” dan “be good”. Orang dinilai dari apa yang tampak darinya, bukan sesuatu yang tersembunyi. Hal inilah yang menyebabkan banyak orang yang mengambil jalan pintas menjadi “looks good” sembari mengabaikan upaya untuk menjadi “be good”.

 

Orang yang “looks good” itulah yang akan dipromosikan, dipilih oleh orang lain. Sementara orang yang “be good” namun tidak bisa menampakkan citra dirinya akan tersingkir. Orang yang hanya mementingkan “looks good” disebut juga pencitraan, dan ini adalah sesuatu yang sangat rapuh.

 

Sepandai-pandainya seseorang mencitrakan dirinya sebaga orang baik, tanpa membenahi karakter dan kompetensinya, lama-kelamaan akan ketahuan juga. Saat itu terjadi, citra yang selama ini dibangunnya pun runtuh seketika.

 

  1. Kerja sama yang dibangun semata-mata karena kepentingan, bukan idealisme atau nilai-nilai.

Kasus ini sering kita temukan dalam dunia politik. Saat ada kepentingan bersama, para pelaku politik serta-merta bersatu padu memperjuangkan sesuatu. Namun ketika kepentingan bersama itu telah tiada, mereka kembali centang perenang satu sama lain.

 

Kerja sama yang dibangun semata-mata atas dasar kepentingan sangatlah rapuh meskipun dari luar terlihat kokoh. Hanya kerja sama atas dasar idealisme dan nilai-nilai sajalah yang kokoh dan mampu bertahan dalam jangka waktu yang panjang.

 

  1. Orang yang hanya bekerja demi uang.

Kalau seseorang ingin kokoh dalam kariernya, maka dia jangan pernah bekerja untuk hanya demi uang. Orang yang bekerja semata-mata demi uang akan terus-menerus mencari posisi yang menawarkan gaji yang lebih baik. Dia akan dengan mudah berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Akibatnya, perjalanan kariernya tidak mulus dan rapuh.

 

Bekerja hakikatnya adalah berkontribusi, membantu orang lain. Dengan berkontribusi, kita akan merasa bermakna. Uang atau gaji hanyalah bonus atas kontribusi kita. Semakin besar kontribusi kita, semakin besar pula uang yang akan kita terima.

 

  1. Kesuksesan tanpa spiritualitas.

Banyak orang yang sukses, kariernya cemerlang, perusahaannya gemilang, namun hidup dalam kehampaan. Hal ini terjadi karena orang tersebut menyandarkan dirinya pada materi, sesuatu yang terindera, dapat dilihat, dapat dihitung (tangible). Padahal, itu semua rapuh.

 

Hanya spiritualitaslah landasan yang kokoh. Spiritualitas adalah sesuatu yang tidak terlihat, tidak terindera, dan tidak bisa dihitung (intangible), berupa kedekatan diri kita kepada Tuhan YME. Hanya menyandarkan diri pada spiritualitaslah kesuksesan yang kita raih bisa menjadi kokoh.

 

  1. Hidup tanpa rasa syukur.

Hidup tanpa rasa syukur membuat kita tidak pernah merasa cukup. Kita selalu merasa kurang dengan apa yang kita dapatkan. Akibatnya hidup kita menjadi rapuh. Kita acap mengeluh, menyesal, dan merasa khawatir.

 

Tanpa rasa syukur kita akan hidup di masa lalu yang dipenuhi penyesalan, atau hidup di masa depan yang disesaki oleh berbagai kekhawatiran. Hanya dengan rasa syukurlah kita bisa hidup di masa sekarang yang solid. Hidup seperti inilah yang kokoh.

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.