All About Calling

Smart Happiness edisi AP Menjawab, Jumat, 28/08/2015 menjawab 5 surat yang dikirimkan Smart Listeners ke konsultasi@ilm.co.id. Kelima surat tersebut memiliki kesamaan tema, yakni calling, dan dibagi dalam 4 segmen talk show.

Di bagian awal, Arvan Pradiansyah menjelaskan bahwa calling adalah anugerah Tuhan yang ditanamkan ke dalam diri setiap insan. Bahwa Tuhan menguirimkan setiap insan ke dunia dengan maksud dan tujuan tertentu.

Hanya dengan menemukan calling-lah, kita akan memahami maksud Tuhan mengirimkan kita ke dunia. Dan hanya dengan bekerja sesuai dengan calling, kita akan mencapai kebahagiaan karena telah bekerja sesuai dengan skenario Tuhan.

Sayangnya, kebanyakan orang tidak bekerja sesuai dengan calling-nya. Kesalahan ini dipicu oleh kekeliruan dalam membuat road map profesi yang lazimnya dimulai dari menemukan job, kemudian karier, dan diakhiri dengan calling.

Padahal, menurut Arvan, kita seharusnya menemukan calling terlebih dahulu, kemudian memilih karier yang sesuai dengan calling tersebut, dan detailnya mencari job yang sesuai dengan passion kita. Passion, yang didefinisikan Arvan Pradiansyah sebagai sesuatu yang jika kita kerjakan akan membuat kita lupa waktu, adalah salah satu indikasi dari calling kita.

Segmen 1 membahas surat dari Ari, seorang manajer di perusahaan Farmasi yang telah bekerja lebih dari 10 tahun. Ari sebenarnya telah menemukan calling-nya, yakni bekerja di bidang sosial dengan membantu anak-anak dan orang tua yang tidak mampu. Namun, pria yang juga berprofesi sebagai dosen S1 di salah satu universitas swasta ini khawatir jika dia mengikuti calling-nya, maka dia tidak mampu menafkahi keluarganya karena hanya mengandalkan pendapatannya sebagai dosen.

Menurut Arvan, tantangan terberat dari mengikuti calling adalah masalah finansial. Tapi kita tidak perlu takut dengan masalah tersebut jika mimpi kita (calling tersebut) lebih besar daripada kekhawatiran kita. Jika mimpi kita besar, maka kekhawatiran akan kecil.

Sebaliknya, jika mimpi kita masih kecil, maka kekhawatiran itu akan besar. Apa yang harus dilakukan adalah mencari sponsor yang bisa mendanai aktivitas sosial, dan mencari peluang ekonomis dari pekerjaan sosial tersebut.

Segmen 2 membahas surat dari Suryanto yang telah menemukan calling-nya dalam dunia asuransi, yang mendorongnya untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai internal auditor di salah satu perusahaan swasta yang telah dilakoninya selama 10 tahun. Namun, masalah di grupnya membuat banyak agen yang mengundurkan diri yang berdampak pada turunnya pendapatannya.

Karena tuntutan ekonomi, Suryanto terpaksa bekerja kembali di bidang administrasi yang bukan calling-nya. Dia merasa tersiksa sekali menjalani pekerjaan tersebut. Namun dia tetap harus melakoninya untuk menutupi biaya rumah tangga.

Senada dengan surat pertama dari Ari, apa yang dihadapi oleh Suryanto adalah tuntutan ekonomi saat bekerja sesuai dengan calling-nya. Bedanya, Suryanto telah mencoba bekerja sesuai dengan calling dan meninggalkan profesi lamanya sebagai internal auditor.

Apa yang dilakukan oleh Suryanto untuk memutusan bekerja sesuai dengan calling-nya (di bidang asuransi, atau membantu orang dalam perencanaan finansial) sudah tepat. Tentu saja di setiap pekerjaan akan ada halangan seperti yang dihadapi oleh Suryanto.

Untuk memenuhi calling memang ada harga yang harus dibayar. Tapi kita harus yakin bahwa harga itu (berupa masalah dalam pekerjaan) bersifat sementara. Kita harus menebus harga itu di muka (yang disebut investment), dan bukan membayarnya di belakang (yang disebut cost).

Tetaplah bertahan dalam pekerjaan yang sesuai dengan calling. Sebab bekerja dengan calling akan membuat kita bahagia. Dan kebahagiaan adalah kunci utama mencapai kesuksesan. Inilah paradigma baru kesuksesan: bahagia dulu baru sukses. Bukan sebaliknya, sukses dulu baru bahagia.

Segmen 3 membahas surat dari Putri yang telah meniti karier di bidang akademis sesuai dengan calling-nya. Namun, setelah berumah tangga, dia terpaksa meninggalkan karier tersebut karena berkomitmen tinggal satu kota dengan suami dan membesarkan anak bersama.

Di tempat barunya, Putri merasa tersiksa karena tidak lagi bisa bekerja sesuai dengan calling-nya, dan acap mendapat cemoohan dari teman-temannya semasa menjadi akademisi dulu.

Putri adalah orang yang beruntung karena dua hal, pertama dia sudah menemukan calling-nya, dan bekerja sesuai dengan calling tersebut meski saat ini dia tidak lagi menjalaninya. Keberuntungan kedua, dia mendapatkan pasangan hidup yang tidak ingin tinggal berjauhan dengannya.

Apa yang harus dilakukan oleh Putri adalah merintis kembali karier yang sesuai dengan calling-nya sebagai akademisi, yakni mendidik dan mencerdaskan orang lain. Tidak harus dengan menyandang profesi sebagai dosen di perguruan tinggi besar (jika di tempat tinggalnya sekarang memang tidak ada perguruan tinggi), Putri sebenarnya bisa menyalurkan maksud penciptaan dirinya tersebut dengan cara lain, seperti membentuk kelompok belajar, diskusi, dan lain-lain yang bersifat mendidik dan mencerdaskan.

Segmen 4 membahas surat dari Vinanda dan Yenni. Vinanda menanyakan cara mengetahui passion dari masing-masing pribadi dan cara pengembangannya. Yenni yang berprofesi sebagai supervisor finance merasa calling-nya ada di dunia asuransi dan saat ini menjalani dua pekejaan sekaligus, tapi dia tidak bisa bekerja total di asuransi karena alasan ekonomi.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, passion adalah sesuatu yang jika kita kerjakan akan membuat kita lupa waktu. Tapi melakukan passion saja tidak cukup, kita perlu mengembangkannya agar sampai kepada calling kita. Cara mengembangkannya adalah dengan menambahkan makna pada passion tersebut.

Passion yang tanpa makna hanyalah pleasure. Sedangkan passion yang bermakna akan mengantarkan kita kepada happiness. Apa makna tersebut? Memberikan manfaat kepada orang lain. Jadikan passion kita bermanfaat bagi orang lain, di situlah calling kita berada.

Sementara dalam kasus Yenni, profesi ganda menyebabkan dia tidak bisa fokus dalam mengembangkan dirinya di bidang yang sesuai dengan calling-nya. Solusinya, dia harus berani memutuskan untuk bekerja sesuai dengan calling-nya. Sebab, hanya dengan itulah (bekerja sesuai dengan calling), dia akan memperoleh kebahagiaan. Dan jika kebahagiaan dalam pekerjaan telah diraih, maka kesuksesan hanya masalah waktu. []

One comment

  1. Syamsul Andi Hakim , Dr

    Selamat pagi pak Arvan. Sy beberapa bulan terakhir selalu mendengarkan acara smart happines di Smartfm. Penasaran dengan pak Arvan sy cari webnya. Alhamdulillah ketemu.
    Mengenai “Bekerja di Jalan Yang Benar” sy setuju dengan pendapat mas Arvan. Sy mau sharing dan bertanya mengenai pengalaman sy. Sy seorang dokter umum, mantan pns dan sekarang sebagai seorang agen asuransi Prudential. Dulu waktu sy kuliah termasuk mahasiswa yg pintar(kata teman2) dan punya cita2 utk menjadi spesialis anak. Tapi dalam perjalannya cita2 sy tdk tercapai krn sy sdh berkeluarga yg membutuhkan perhatian besar sehingga sy memutuskan banting stir menjadi pns. Ketika menjadi pns di puskesmas sy merasa ada yg kurang enjoy dalam menjalaninya ( tdk sesuai hati nurani) sehingga sy mencari bisnis dan ketemu dgn bisnis asuransi. Di bisnis asuransi sy merasa menemukan jalan yang benar dalam menuju kesuksesan. Sy merasa di bisnis asuransi bisa membantu lebih banyak orang diluar sisi medis(sisi financial), sy bisa mengembangkan diri utk tampil di depan umum, memperbaiki attitude sy yg menurut orang egois dibanding dengan hanya bekerja sebagai dokter. Tapi saat ini sy ada kendala dalam membangun group utk membesarkan bisnis saya. Berdasarkan analisa saya sepertinya saya kurang bisa bekerja secara kelompok/memimpin team karena sy kurang tegas(permisif), kurang pandai memotivasi orang dan hanya bisa sy aplikasikan ilmu pada diri sendiri. Menurut pak Arvan apakah sy sudah bekerja di jalan yang benar? Apa yg harus sy perbaiki? Dimana sy dapat mempelajari hal tersebut? Terimakasih pak Arvan.nn1

Leave a Reply

Your email address will not be published.