Apakah Bersaing Itu Sehat?

Bersaing adalah human nature. Setiap orang yang lahir ke dunia ini pun mengawali fase pertama kehidupannya dengan persaingan. Saat berjuta-juta sel sperma bersaing berenang melawan arus untuk menjadi yang pertama membuahi sel telur di dalam rahim, itulah fase awal kehidupan setiap manusia.

Tuhan menciptakan persaingan sebagai natural law untuk menjaga keseimbangan di alam semesta ini. Dengan persaingan, kita bisa mendapatkan yang terbaik laiknya sel sperma terbaik yang berhasil membuahi sel telur. Jadi, untuk mendapatkan yang terbaik, kita harus melakukan persaingan.

Sayangnya, banyak di antara kita, khususnya kaum profesional di dunia kerja, yang memandang persaingan secara negatif sebagai ajang untuk saling menjatuhkan. Jika hal ini dilakukan, maka lahirlah persaingan yang tidak sehat.

Alih-alih mendapatkan yang terbaik, persaingan yang tidak sehat justru memunculkan perpecahan, menciptakan permusahan, dan ujung-ujungnya menghambat pencapaian target perusahaan. Bukan hanya itu, saat memaknai persaingan secara negatif, maka perasaan negatiflah yang akan menguasai diri kita. Saat diri kita dikuasai perasaan negatif, kita pasti tidak akan merasakan kebahagiaan.

Ada dua mindset yang memberikan makna terhadap persaingan:

1. Memandang persaingan ke luar.

Saat kita memandang persaingan ke luar, yang tercipta adalah upaya untuk saling menjatuhkan dan mengalahkan. Kita memandang para pesaing kita sebagai musuh; sebagai ancaman; sebagai orang yang menghalangi jalan kita menuju kesuksesan.

Apabila mindset ini terbentuk, apa pun yang dilakukan oleh pesaing kita akan selalu bernilai buruk dalam pandangan kita. Alhasil, hari-hari kita akan penuh dengan kecemasan, ketakutan, prasangka buruk, dan hal-hal negatif lainnya.

Energi kita akan terkuras untuk mengurusi perasaan-perasaan negatif tersebut. Padahal, kita membutuhkan energi untuk mengembangkan diri kita agar menjadi lebih baik daripada kita yang kemarin dan hari ini.

Memandang persaingan keluar hanya akan membuat kita semakin jauh dari ketenangan, ketenteraman, dan kebahagiaan. Ini adalah mindset yang keliru tentang persaingan.

2. Memandang persaingan ke dalam.

Kebalikan dari mindset yang pertama, saat kita memandang persaingan ke dalam, sebagai upaya untuk menyeleksi yang terbaik untuk kepentingan bersama, maka lahirlah persaingan yang sehat. Masing-masing orang akan menonjolkan keunggulannya dan berlomba untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan.

Dalam sudut pandang ini, pesaing bukanlah lawan yang harus dijatuhkan dan dikalahkan, melainkan sebagai mitra untuk mengembangkan diri kita. Dengan adanya pesaing, kita memiliki benchmark untuk mengukur sejauh mana kita bisa mengembangkan diri.

Tanpa persaingan, kita tidak akan pernah bisa mengembangkan diri, dan perusahaan tidak akan bisa berkembang jika sumber daya manusianya tidak berkembang. Oleh karena itu, persaingan itu penting; dan yang lebih penting adalah mengubah mindset kita tentang persaingan.

Laiknya persaingan antar-ratusan juta sperma yang telah menjadikan kita sebagai manusia-manusia terbaik. Manusia pun membutuhkan persaingan untuk menyeleksi mereka yang terbaik untuk kepentingan kita bersama.

Spiritualisme dalam persaingan

Konsep persaingan pun mengalami evolusi. Jika dulu mereka yang terkuatlah yang menang (aspek fisik―body), berganti menjadi mereka yang tercerdaslah yang menang (aspek pikiran―mind), maka kini giliran mereka yang terikhlaslah yang menang (aspek jiwa―soul).

Jika kita berhasil mengaplikasikan spiritualisme dalam persaingan―berlomba untuk menjadi yang terikhlas―maka kita akan melihat persaingan sebagai aktivitas jegal-menjegal, melainkan sebagai aktivitas spiritual. Saat spiritualisme telah menjadi ruh dalam persaingan, maka lahirlah persaingan untuk memberikan yang terbaik dari segenap potensi yang dianugerahkan Tuhan kepada kita untuk kepentingan kita bersama.

Saat itulah persaingan akan menjadi sarana bagi kita untuk menjadi insan kami; untuk semakin mendekatkan diri kita kepada kesempurnaan (meskipun kita tidak akan pernah mencapai kesempurnaan itu sendiri); mendekatkan diri kepada Tuhan sang Maha Sempurna.

Leave a Reply

Your email address will not be published.